Acara Tukar Baju Bayi oleh Zero Waste ID dan RefillMyBottle

Hari ibu tahun lalu, tepatnya 22 Desember 2019, saya berkesempatan datang pada acara Tukar Baju Bayi yang diadakan oleh Komunitas ZeroWaste.Id dan Refill My Bottle berlokasi di Sunny Side Playscape Bali. Disana ada tiga narasumber yang akan berbagi mengenai gaya hidup minim sampah sebagai ibu. Saya sendiri sebagai seorang ibu dengan dua anak laki-laki merasakan bahwa baju bayi itu memang hanya sementara banget dipakainya. Bayi hingga ke usia balita itu cepat berubah ukuran badannya, kakinya, jadi ukuran baju cepet ga muat, ukuran sepatu cepet ganti.

Screenshot_20200301-193419.png

Tau ada acara ini dari Instagram @zerowaste.id_official

Hadir ke acara Tukar Baju Bayi yang kebetulan berada di Bali itu bukan untuk tukar baju bayi bagi saya melainkan lebih ke acara ketemu teman-teman yang sepemikiran dan sevibrasi. Cihuy sevibrasi… satu gelombang satu frekuensi gitu, ya. Narasumbernya ada Dominique Diyose selaku model dan penggiat lingkungan juga co-founder dari #BaliSwap, Maurilla Imron sebagai pendiri komunitas Zero Waste Indonesia dan juga Christine Go yang merupakan Project Manager RefillMyBottle. Maunya juga sekalian ngajak salah satu anak saya supaya mereka bisa main di Sunny Side, tapi saya takut kerepotan dan nggak bisa nyimak. Anak-anak bisa diajak ke acara ini. Untuk anak di atas usia 8 bulan ada biayanya bayar Rp90.000 untuk bisa main di Sunny Side Playscape.

Selain bisa bertemu dengan narasumber sebagai pembicara utama di sesi berbagi dan bincang-bincang bertema “Peran Ibu Dalam Menanamkan Gaya Hidup Minim Sampah Sejak Dini”, saya juga bisa berkenalan, ngobrol-ngobrol dan mendapat teman baru sesama orang tua yang peduli dengan environmental sustainability. Maka dari itu meskipun saya nggak donasi baju bayi atau nggak bawa baju bayi untuk ditukarkan, saya tetap datang untuk bisa ikutan sharing dan bertemu orang-orang yang hebat. Dan meski saya punya anak, tapi nggak ngajak anak, ternyata benar ada hikmahnya juga supaya saya bisa fokus memerhatikan di dalam sharing session.

IMG_20191222_153250.jpg

Yang saya kenal di acara itu awalnya cuma mbak Maurilla Imron. Kami kenalnya di Instagram karena saya suka ngikutin IG-nya @zerowaste.id_official dan pernah ikut 30 Days Zero Waste Challenge di bulan Januari 2019. Lalu sempat nonton di acara Kick Andy, ada beberapa anak muda yang peduli lingkungan dihadirkan sebagai tamu oleh Andy F. Noya, salah satunya ya mbak Maurilla. Kami sempat saling mengomentari pasca penayangan acara talkshow tersebut lewat direct message IG. Nah, di acara Tukar Baju Bayi ini saya bisa bertemu langsung dan juga bertemu keluarganya mbak Maurilla, Mas Damar, dan si imut Lana.

Mbak Maurilla ini orangnya talkative ya, jadi saya nyaman aja ngobrol sama dia. Secara saya lebih banyak diam dan nggak banyak kenal siapa-siapa juga di sana, jadi dengan mbak Maurilla aktif mengajak ngobrol saya pun nggak kebanyakan diem aja. Ternyata bapaknya mbak Maurilla pernah jadi dekan di Fakultas Kelautan dulu, tempat dimana saya juga sempat kuliah. Lalu diperkenalkanlah saya oleh mbak Maurilla kepada mbak Christine Go. Saat saya bersalaman dengan mbak Christine, dia menyebut namanya “Mimi”, saya kan jadi bingung soalnya yang saya tau namanya Christine hihi.. Saya tau mbak Mimi ini pertama kali dari EcoBali Recycle blog. Nih, dari sini….

Saya sempat ditanya juga oleh mbak Mimi kalau saya pernah dengan tentang RefillMyBottle atau enggak. Ya tau dong… Bermula karena saya juga difitur dalam EcoBali blog dan karena saya mau tau hasil wawancaranya kayak gimana, saya berkunjung dan baca-baca blognya EcoBali. Nah, dari situ lah saya menemukan posting blog yang memfitur Christine Go dari RefillMyBottle. By the way, ini hasil wawancara ecoBali yang memfitur saya dalam ecoBali blog. Wah suatu kehormatan dan kebanggaan bagi saya bisa sama-sama difitur disini seperti orang-orang hebat lainnya yang peduli dan memperjuangkan kelestarian lingkungan.

Aih-alih, di acara Tukar Baju Bayi, saya juga bertemu Korey yang menggemaskan. Baik Korey maupun Lana sama-sama menyusui di lokasi acara, lho. Saya seneng ngelihatnya, karena semakin banyak yang menganggap menyusui itu adalah normal apalagi di tempat umum. Saya juga suka tuh mendukung kampanye #normalizebreastfeeding oleh The Badass Breastfeeder (IG: @thebadassbreastfeeder). Menyusui bayi memang adalah hal yang normal dilakukan oleh ibu.

Selain itu, saya juga berkesempatan berkenalan dengan mbak Fitri, seorang MUA, teman dari mbak Mimi. Mbak Fitri ini sedang hamil saat datang ke acara kami sempat ngobrol-ngobrol bahwa saya pernah naik gunung Papandayan, eh mabk Fitri dan mbak Mimi pun juga pernah naik gunung Papandayan. Ada juga mbak Sonia yang saya temui pertama kali di meja pendaftaran. Saat sharing session mbak Sonia menceritakan mengenai betapa clodi membantu banget anaknya untuk cepat melalui fase toilet training. Dari situ saya ngeh, eh iya bener juga, ya. Saya baru menyadarinya. Soalnya Kalki dan Kavin kan juga pakai clodi turun-temurun (sekali beli dari anak pertama diturunkan ke adiknya). Dan saya pun nggak merasakan fase toilet training yang berlama-lama begitu. Tapi kesulitannya saat fase toilet training dan cul-culan nggak pakai clodi saat tidur ya, karena mereka masih beberapa kali ngompol di kasur dan itu ada tantangan terbesarnya. Rasanya ketika enak-enak tidur sama anak-anak dan salah satu dari mereka ngompol itu aduh, kayak tiba-tiba kebanjiran dan dilengkapi dengan bau pesing!

Baca juga review tentang clodi Kalki dan Kavin di sini. Ada juga tentang Perawatan clodi dan Popok Kain untuk Pemula.

Bertemu pula saya dengan mbok Ayu Winastri yang ternyata mengkurasi baju bayi yang diterima dan ditukar selama acara. Saya baru tau belakangan karena ya itu tadi, saya kan ga bawa baju bayi buat ditukar. Mbok Ayu ini pribadinya ramah dan memiliki usaha yang ramah lingkungan pula yaitu clothing line baju dewasa dan baju anak-anak dari linen. Idenya menarik juga mengenai baju dari linen, karena linen itu bahan organik dari rami. Dan saya sempat tanya-tanya juga kenapa menjatuhkan pilihan pada bahan baku linen untuk Sahaja dan Phinisia? Karena kualitas seratnya. Makin bertambah usia, linen akan makin lembut. Saya juga sempat bertemu Phi, anaknya mbok Ayu disana.

IMG_20191222_162159.jpg

Banyak orang-orang yang menginspirasi yang saya temui di acara tersebut. Selain orang tua juga ada Manaf dan Nara yang masih belum berkeluarga tetapi antusias dalam topik lingkungan yang berkelanjutan. Bahkan seorang Dominique Diyose yang emang udah banyak menginspirasi karena profesinya sebagai model dan publik figur, ia menunjukkan concern terhadap lingkungan dan layak menjadi role model untuk para fansnya. Bersama dengan Dominique diajak juga Meru dan Padme, tapi mereka sedang asyik main di Sunny Side Playscape.

Di kala sesi tanya jawab, ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada Dominique. Saya pun sempat bertanya ke mbak Dominique, apakah mbak Domi mengajarkan anak-anak untuk memilah sampah di rumah. Jawabannya ya, dan pastinya dibarengin dengan disediakan wadahnya yang jelas. Karena kalau wadahnya tidak ada, mereka kan juga akan jadi bingung mau pisahin sampah buangnya kemana.

Ya, saya pun berpikir demikian tentang skala yang lebih besar untuk pemilahan sampah. Kalau pemerintah adalah orang tua kita, dan warga adalah anak-anaknya. Maka solusi untuk pemilahan sampah yang efektif dan dapat mengurangi sampah yang terbuang ke TPA adalah dengan fasilitas dan sistem penunjang yang jelas. Jelas dan terpadu. Sampah organik disalurkan dimana dan sampah anorganik disalurkan kemana. Percuma aja jika anak-anaknya udah berusaha memilah sampah dari skala rumah tangga tapi orang tuanya tidak menunjang penyaluran, maka jadi bingung juga akhirnya sampah anorganik terpilah ini mau dikemanain?

Tak lupa pesan yang saya dapat hasil dari sharing session mengenai menanamkan gaya hidup sejak dini bukan saja dari peran ibu, lho. Memang utamanya adalah sang ibu sebagai child-bearing, namun peran ayah juga berdampak. Narasumber utama yang keempat, pak Omar pemilik Sunny Side Playsacape juga membagikan pengalamannya mengenai memiliki anak dengan berbagai macam alergi dan sangat sensitif kulitnya. Pakai popok sekali pakai tidak bisa sembarangan, dan dari sana ia memakaikan clodi. Diterjen pun mungkin juga ga bisa asal-asalan memilih karena bisa menimbulkan reaksi sesnsitivitas di kulit anaknya.

Dari obrolan mengenai clodi tersebut, bincang-bincang berlanjut hingga ke arah bagaimana tips dan trick jalan-jalan dengan anak menggunakan clodi dan pemilihan deterjen yang tepat untuk clodi. Para narasumber membagikan pengalaman mereka bahwa traveling dengan anak berclodi itu challenging banget. Dominique menceritakan kalau Meru pup, maka dia akan langsung mencuci clodinya di toilet. Maka ia tak lupa bawa alat tempur deterjen dalam kemasan kecil, clodi bersih cadangan dan wetbag. Bahkan saat di dalam pesawat, mau bau banget pun bodo amat, langsung kucek di toilet. Begitu kira-kira yang dikatakan oleh Dominique.

Sedangkan mbak Maurilla membagikan pengalamannya untuk ganti popok juga bisa tanpa tisu basah. Yaitu dengan sedia air dalam botol spray. Nanti botol spray itu bisa disemprotkan ke kain lap kering yang dibawa sebagai ganti tisu. What a life hack! Dan sebagai pemilihan deterjen ramah lingkungan, mbak Mimi membagikan preferensinya yaitu deterjen yang berbotol plastik karena bank sampah menerima dan kemasan botol plastik bisa direcycle kembali. Betapa menyenangkan ya bisa berbagi pengalaman, tips dan trik seputar pola asuh apalagi pola asuh yang ramah lingkungan dan minim sampah sejak dini.

Memang acara utama Tukar Baju Bayi ini ya tukar baju bayi sebagai solusi untuk cepatnya pergantian ukuran baju karena pertumbuhan si bayi. Dan solusi untuk mengurangi timbulan sampah tekstil dari baju yang layak pakai dan tak bisa terpakai lagi. Sampah tekstil juga merupakan masalah karena tidak semua tekstil bahan bakunya ramah lingkungan atau dapat terurai kembali di alam dengan mudah. Juga tidak semua baju itu proses pembuatannya berkelanjutan. Seperti apakah diproduksi secara masal tanpa mengindahkan dampak lingkungan atas limbah tekstilnya nanti, lalu bagaimana dengan prosesnya apakah menggunakan pewarna sintetis yang limbahnya mencemari lingkungan?

IMG_20191222_170827.jpg

Meski anak-anak saya sudah bukan bayi lagi yaitu udah 6 dan 4 tahun. Tetapi dari acara Tukar Baju Bayi ini saya dapat banyak pelajaran dan pengalaman dari sesama orang tua lainnya yang concern terhadap keberlangsungan lingkungan, ruang hidup bagi generasi penerusnya. Maka seperti kata pepatah orang Indian yang terkenal itu, Bumi atau lingkungan ini bukan milik kita, namun kita meminjamnya dari anak-cucu kita. Sudah sepantasnya lah kita kembalikan kepada mereka dengan keadaan baik.

Bagaimana menurutmu ide tentang tukar baju bayi ini? Kalau saya, sih, juga menantikan tukar baju untuk dewasa supaya bisa punya koleksi baju berbeda tanpa beli baru. Tinggalkan komentarmu di kolom komentar, ya! I’d love to hear from you. Thank you.

❤️ Intan Rastini

Acara “Simple Steps to Start a Zero Waste Journey” bersama Bea Johnson

Mengingat-ingat event yang pernah saya ikuti di tahun lalu, yep di tahun lalu, tahun 2018… lama banget ya, padahal ini aja udah di penghujung 2019. Nggak terasa udah satu tahun lalu saya menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Zero Waste Bali. Tepatnya pada hari Jumat, 16 November 2018. Pagi di hari itu ternyata saya juga mengagendakan ambil kartu mahasiswa ke kantor UT. Sorenya pukul 18.30-20.30 WITA saya datang ke Sunrise School Bali bersama my soul siter, Ratih. Oke, saatnya menceritakan kembali pengalaman mengikuti event “Simple Steps to Start a Zero Waste Journey” yang bener-bener terlambat untuk dipost di blog, sekalian tes ketajaman memori saya.

IMG_20181116_183341.jpg

Saya agak lupa waktu itu beli tiket untuk acara itu atau enggak ya… hehehe… saya cek-cek lagi di email saya, emang ada tiket digital yang masuk di inbox untuk menghadiri acara tersebut tapi harganya Rp 0; Total ada dua tiket digital di email saya. Setelah saya trace pesan-pesan di IG dengan Zero Waste Bali, saya menang dua tiket untuk acara tersebut. Pertama menang giveaway yang diadakan oleh Zero Waste Bali di Instagram dan yang kedua menang giveaway yang diadakan oleh EcoBali Recycle di IG juga. Yeay, saya dapat dua tiket cuma-cuma!!! Plus dari giveaway EcoBali saya juga dapat paket mesh bag saat show up ke acara tersebut.

screenshot_2018-11-16-06-18-50-541_com.instagram.android.png

Maunya ngajak suami, tapi harus ada yang jaga anak-anak di rumah, jadi saya ajaklah adik saya, Ratih, my beloved babe. Kami datang berdua kesana dan sempat kebablasan saat cari lokasi acaranya di Kerobokan. Ya maklum, baru pertama kali kesana juga. Tapi syukur datang tepat waktu dan selamat di tujuan. Kebanyakan yang datang sih orang bule atau expat. Yha gimana enggak, acaranya sendiri aja speakernya 3 orang bule jadi emang kayak kecil kemungkinan orang lokal yang bakalan mendominasi. Tapi selain saya dan Ratih juga ada kok orang lokal, salah satunya yang saya tau adalah salah seorang lagi pemenang giveaway tiket acara tersebut.

IMG_20181116_183410_HHT.jpg

Pembicara pertama ada Silvija Rumiha pemilik toko Zero Waste Bali yang menjual barang-barang yang mendukung gaya hidup minim sampah dan produk bahan makanan dan toiletries tanpa kemasan alias curah – haha curah, maksudnya bulk gitu, lho. Selanjutnya ada Bea Johnson sebagai the Queen of Zero Waste Home. Next, terakhir ada Paola Canucciari dari EcoBali Recycle. Garis besar yang dipaparkan oleh masing-masing pembicara adalah; Silvija menceritakan bagaimana awalnya memulai toko Zero Waste Bali dari ide awal menjual makanan bayi yang sehat menggunakan wadah yang tidak menimbulkan sampah yaitu menggunakan botol kaca seperti wadah selai. Lalu dari sana dia mulai berpikir mengenai konsep refill dan bulk store.

Silvija seorang expat di Bali asal Australia juga merupakan sarjana kesehatan masyarakat, maka dari itu saya pikir dia perhatian dengan makanan yang sehat untuk anak-anak tapi dijual praktis tinggal disajikan. Yang dia jual bukan makanan instan tapi makanan fresh yang udah dikemas. Kemasan itulah yang akhirnya membawa dia memikirkan bagaimana agar kemasan produknya bisa tidak menjadi sampah, dan jadilah toko tanpa kemasan di Bali, Zero Waste Bali. Sampai sakarang produk makanan padat untuk anak-anak atau MPASI berupa puree untuk bayi masih ada juga di toko Zero Waste Bali namanya Mini Muncher Bali.

Lalu pembicara selanjutnya yang didatangkan jauh-jauh dari Amerika Serikat adalah Bea Johnson. Bea yang terkenal dengan bukunya Zero Waste Home, datang ke Bali untuk berbagi pengalaman hidupnya yang juga inspirasional. Selama Bea bicara, dia tidak suka penonton mengambil gambar atau video tentang dirinya, dia ingin penonton yang hadir menikmati masa sekarang. Menikmati presentasinya secara live. Pas saya lagi ngerekam video, eh si Bea bilang begitu maka saya stop-lah video yang saya ambil.

 

Logatnya Bea lucu, dia dari Prancis tetapi sudah menetap di Amerika Serikat, jadi masih ada logat Prancis meski dia berbicara bahasa Inggris. Di telinga saya juga terdengan kayak cadel dan sengau gitu. Dia pun bilang ke audience, “please bare with my accent.” Dengan logat seperti itu dia memaparkan tentang perjalan dia dan keluarganya menuju zero waste lifestyle, gaya hidup minim sampah. Bukannya bener-bener zero waste, sih.. dia sekeluarga masih menghasilkan sampah, bahkan dia bawa satu toples sampah keluarganya dalam setahun untuk ditunjukkan kepada penonton.

Yang menginspirasi saya banget itu bagaimana dia hidup bener-bener minimalis, tidak menumpuk banyak barang di rumah. Dia cuma punya baju 8 potong dan kalau traveling dengan gampangnya dia angkut aja semua baju yang ada di lemarinya. Tiap pergi jauh pun dia tidak perlu bawa banyak barang seperti berkoper-koper pakaian, sampai petugas bandara heran dan takjub gitu sama barang bawaannya. Selain itu dia lebih mengutamakan mengumpulkan pengalaman dan memori daripada mengumpulkan barang-barang dan suvenir saat mengunjungi negara-negara lain. Menurut Bea, dengan sedikitnya benda materi yang dimiliki, maka kita punya banyak waktu berharga untuk keluarga, tidak terlalu pusing mikirin beresin barang atau juga milihin barang mana yang mau dibawa. praktis, cepat dan efisien!

Bea dan keluarganya juga memilih untuk beli barang bekas daripada beli baru untuk pakaian, mainan, alat-alat sekolah. Dia pun mencarikan anaknya scientific calculator yang bekas untuk keperluan sekolah. Di acara tersebut saya melihat foto kalkulator bekas yang dia dapat dari situs belanja online di AS. Bea memang membawakan paparannya dengan slide show juga, jadi dia menunjukkan foto isi rumahnya, barang-barang yang ada di dapurnya, kamar tidurnya dan kamar anak-anaknya. Menarik sekali melihat keluarga dan tempat tinggal Bea, betapa minimalis dilengkapi peralatan alternatif yang sarat minim timbulan sampah seperti serbet, hand towel, tote bag, juga ada jar kaca untuk hampir segala keperluan termasuk untuk menampung sampah plastik keluarganya!

InShot_20191230_120740316.jpg

Ini yang paling berkesan buat saya, Bea punya dua anak laki-laki, dan ia pun menerapkan pergiliran mainan sesuai perkembangan usia anak-anaknya. Secara berkala, kalau tidak salah tiap tahun, Bea akan meminta anak-anaknya memilih mana mainan yang akan disimpan dan sisanya akan disumbangkan atau dijual kembali, maksudnya untuk digilir dengan mainan yang baru atau bekas tapi berbeda dari yang sudah ada. Bagian ini membuat saya terpesona banget, soalnya saya kan juga punya dua anak lelaki. Kebetulan di rumah Kalki dan Kavin punya banyak mainan tapi kebanyakan sudah nggak utuh, beresin printilan mainan mereka itu lho, PR banget. Belum lagi kalau lagi berceceran bikin stressful ngeliatnya.

Setelah Bea Johnson memaparkan panjang lebar tentang pola dan gaya hidupnya yang low impact. Selanjutnya ada penjelasan dari Paola dari EcoBali Recycle mengenai kompos untuk mengurangi sampah rumah tangga. Di EcoBali Recycle ada jasa layanan angkut sampah terpilah secara teratur untuk rumah tangga, sekolah kantor, toko, hotel, villa dan acara-acara tentatif. Baik individu maupun korporasi bisa sewa jasa EcoBali Recycle untuk mengorganisir sampah yang dihasilkan baik dalam skala rumah tangga maupun skala perhelatan acara besar dengan orang banyak. Tapi sampahnya terpilah, ya. Karena EcoBali punya dua kantong khusus untuk sampah anorganik yaitu kantong merah untuk plastik, gelas dan metal, serta satu kantong lagi warna hijau khusus sampah organik yaitu kertas.

Nah, sampah-sampah yang ditampung dalam dua kantong EcoBali tersebut akan diangkut ke gudang EcoBali untuk selanjutnya di-recycle mejadi barang-barang dengan second-life seperti botol kaca jadi gelas atau wadah lilin. Untuk tetrapak wadah minuman, EcoBali Recycle menyulapnya menjadi seperti asbes gelombang yang bisa untuk atap seperti genteng dan juga wadah kompos! Gentong kompos hasil daur ulang tetrapak ini disebut oleh Paola sebagai “composting for dummies” hahahaha… Karena dia bilang begitu mudahnya melakukan kompos dengan wadah ini.

Saat menghadiri acara itu saya pun belum tau seluk beluk perkomposan. Saya sempat bertemu juga dengan Ingrid, teman jaringan pengelola yayasan non-profit tempat saya bekerja, lokasinya di Bedulu, dan dia menggunakan kompos dari EcoBali. Waktu saya tanya harga wadah kompos tersebut adalah 1,5 juta. Tapi itu bukan wadah komposnya aja, kata Ingrid, EcoBali juga membantu proses instalasinya di pekarangan rumahnya.

Setelah acara selesai saatnya tanya jawab. Ada sekitar 3 atau 4 orang yang bertanya, termasuk saya. Hampir semua penanya memberikan respon positif, takjub gitu terhadap pengalaman Bea Johnson. Salah satu pertanyaannya adalah bagaimana Bea menghindari penggunaan plastik sekali pakai saat belanja di supermarket. Dan Bea membagikan tips berdasarkan pengalaman yang dia alami saat akan membeli bahan makanan dengan wadahnya sendiri.

Dalam pengalaman Bea, ada petugas supermarket yang skeptis gitu terhadap cara Bea mengurangi pemakaian kemasan plastik. Maka untuk menangkis hal tersebut, Bea berkata dia sedang dalam kompetisi untuk menghindari plastik sekali pakai. Cara ini lebih ampuh dari pada cara yang menyerang kepedulian petugas skeptis tersebut karena umumnya nanti dia jadi lebih defensif. Tapi kalau Bea bilang dia sedang menerima tantangan atau dalam kompetisi menolak plastik, petugas biasanya lebih tertarik untuk membantu. See? She is Amazing.

858108037_94663.jpg

Foto oleh Zero Waste Bali, Instastory dari IG user @thelifeenhancers

Terakhir kami pulang dari acara tersebut membawa goodie bag dari Zero Waste Bali berupa tas katun berisi tester cokelat vegan dari Elevated Cacao, tisu roll tanpa kemasan plastik, kombucha, sikat gigi bambu, kapas katun reusable, dan satu kantong net dari ecoBali, tapi kalau saya dapat plus satu set kantong net dan mesh bagnya. Juga dapat foto dengan Bea Johnson difotoin my soul sister.. Aww such an amazing moment to have this opportunity!

Wah, ternyata ingatan saya masih bagus juga bisa menuangkan event yang saya ikuti satu tahun lalu ke dalam posting blog ini.

Jadi gimana, udah trash audit belum di rumah… sampah plastik kamu tahun 2019 ini terkumpul berapa toples? Hihihi.. ya meski belum bisa mengurangi timbulan sampah plastik menjadi seminim satu toples seperti Bea Johnson, at least udah audit, sebagian besar sampah plastik kamu itu kemasan produk apa aja, sih?

 

❤️ Intan Rastini

 

Galungan dan Ulang Tahun Kalki ke-5

Ada yang spesial di Hari Raya Galungan kali ini… Apa itu yang spesial? Yaitu bertepatan dengan hari ulang tahun Kalki yang ke-5. Jadi seluruh umat Hindu merayakan hari raya Galungan dengan bersembahyang ke pura dan bagi kami juga untuk bersyukur kepada Tuhan karena Kalki telah bertambah usianya :).

photo_2018-05-30_11-39-39

Kalki the birthday boy! Happy 5th Birthday Kakak!

Hari Raya Galungan yang kami rayakan memang dihitung melalui kalender Bali jadi jatuhnya bakalan 7 bulan sekali dalam kalender masehi. Hari Galungan tahun ini, juga seperti yang lalu-lalu, kami merayakannya dengan rentetan sebelum hari-H. Salah satunya mempersiapkan segala sesuatu supaya nanti ada pasokan makanan selama sebelum hingga sesudah hari raya.

Pasokan makanan disini tujuannya buat makan orang di rumah sekeluarga juga buat sanak saudara yang datang berkunjung ke rumah. Kan hari raya bakalan sibuk mempersiapkan banten, penjor, hiasan-hiasan seperti gantung-gantungan dan lain-lain… jadi supaya kami nggak perlu repot mikir masak apa ya hari ini, besok, dan seterusnya, toh pasar juga banyak yang tutup lapak.

Kami membeli daging babi 1 kg di pasar Bajera, sampai rumah saya buat jadi pork nugget di-mix dengan wortel dan keju jinten, keju paprika dan Gouda cheese dari Belanda (nanti saya ceritakan lebih lanjut tentang keju ini). Kemudian stok tahu dari belanja di tukang sayur juga saya sikat jadi tofu nugget hihihi… Kali ini dicampur dengan wortel aja dan seledri, nggak pakai keju.

Lumayan ada stok frozen food. Tapi tofu nuggetnya udah abis duluan nih, sebagai gantinya kami juga membeli ikan nila sebanyak 4 kg dan ini dibagi dua dengan mertua. Jadi bagian kami di masukkin ke chiller kalau mau makan tinggal goreng aja potongan-potongan ikannya. Kalau punya mertua sih dikukus jadi pepes ikan.

Galungan kali ini pertama kalinya juga lho, papa nggak dapat ambu di kebun buat bikin penjor. Lagi langka ambu, kali. Ambu itu daunnya pohon jaka atau nira. Sehingga papa harus beli hiasan penjor yang udah jadi di toko. Kebetulan dapat hiasan stok lama seharga Rp 15.000.

Selain itu, pada Galungan kali ini saya lagi haid, jadi tidak bisa sembahyang sekeluarga ke pura. Yang sembahyang hanya papa dan Kalki. Saya di rumah aja sama Kavin. Maka dari itu bisa saya sempatkan menulis di blog hehehe…. Selain itu bisa melakukan exercise juga pagi-pagi (nanti saya tulis exercise buat perut di posting blog selanjutnya). Kalau saya nggak lagi haid, pasti udah sibuk siap-siap sembahyang ke pura, nih.

photo_2018-05-30_11-39-25

Kakak dan adik, ketika baru bangun pagi ini

Terus mau ngerayain ulang tahun Kalki gimana nanti? Yaah, ciri khas keluarga kami dengan merayakannya secara sederhana aja, mungkin bakalan ngajak makan pizza di kedai Pizza terdekat di Bajera., namanya Gembul Pizza. Mumpung ada harga promo Galungan dan Kuningan juga hihihi… Kami juga nggak menyiapkan kado khusus buat Kalki. Ngajak jalan dan makan di luar aja mudah-mudahan udah bikin dia seneng.

Karena Kalki sudah melampaui usia balitanya, ini ada kenang-kenangan kata-kata lucu Kalki waktu masih balita:

“Kodok main hujan,
tidak batuk dia.”

“Adik masih kecil, nanti kalau sudah besar jadi kakak, ya dek.”

“Hujan! Ayo teteskan! Kakak mau cuci tangan! Hujan…, ayo teteskan!” yang ini terjadi saat dia mau cuci tangan sore-sore, lalu Kalki menengadahkan tangannya ke langit 😀

Kalki dapat Taro (merek snack) ukuran jumbo, dia seneng bukan main! Sambil makan snacknya dia berkata, “Wow, nggak habis-habis!”

Haha…. Selamat berulang tahun yang ke-5 tahun ya, nak! Bulan depan udah naik kelas masuk TK, nih. Semoga makin pinter, sehat selalu, berbahagia, sayang papa, mama dan Adik Kavin.

Dan…, selamat hari kemenangan Dharma melawan Adharma! Semoga semua mahkluk ciptaan-Nya berbahagia.

♡ Intan Rastini

Acara Kasti di Sloka Institute

Saya dan Hannah Spencer berkesempatan datang ke acara “Kelas Asik Teknologi Informasi: Kisah Kasih di Blog” atau yang disingkat sebagai “Kasti” di Sloka Institute. Lokasi Sloka Institute ini di jalan Noja Ayung No. 3, Gatsu Timur, Denpasar. Sedangkan kami dari desa Angkah, Selemadeg Barat harus berangkat dari jam 2 siang dan menempuh perjalanan hampir 2 jam. Acara ini diadakan hari Jumat, 20 April 2018 lalu.

Iin3

Baru sampai udah ada hamparan buah-buahan dan camilan… Foto oleh Mbak Iin

Acara akan menghadirkan dua narasumber dengan tema seputar blogging. Radita Puspa akan membawakan materi “Bercerita Melalui Blog” dan Putu Adi Susanta mengenai “Ngoprek Blog”. Saya kebetulan udah punya blog dan tergabung juga dalam komunitas BBC atau Bali Blogger Community, sedangkan Hannah belum punya blog tapi dia tertarik untuk bikin blog nantinya tentang perjalanan dia ke South East Asia.

Ini pertama kalinya saya ke Sloka Institute dan bertemu teman-teman komunitas Bale Bengong dan blogger lainnya. Selain blogger ada yang memang pekerjaanya sebagai penulis atau wartawan lepas di majalah “Money and I”, ada yang merupakan pengarang puisi dan pemain teater, juga ada yang anak kuliahan dan lainnya.

Saya lihat dari daftar hadir ada 10 orang yang bakal hadir tetapi ternyata tidak semuaya hadir dan ada juga teryata tambahan peserta diluar list. Saat saya dan Hannah datang di Sloka Institute di sana sudah ada Pak Angga, peserta Kasti lainnya dan kami disambut oleh Mbak Diah dan Mbak Iin sebagai tuan rumah. Kami dipersilakan duduk lesehan dengan bantal-bantal duduk juga dipersilakan makan buah dan snack yang sudah ditata di atas meja dengan rapi.

Iin1

Saya juga sempat melihat buku yang tergeletak di atas meja berjudul “Agama Saya adalah Jurnalisme”. Di Sloka Institute terdapat beberapa judul buku di rak buku berbentuk logo Bale Bengong. Foto oleh Mbak Iin

Nggak lama kemudian, datanglah Jong yag lucu lalu mbok Luh De, dan narasumber acara Kasti kali ini yaitu, Mbak Radita Puspa dan Bli Putu Adi Susanta atau paggil saja mereka “mbak Itha” dan “bli Junk”. Jong cukup lucu karena dia mengaku nama panjangnya sebagai “Jong-os” kepada peserta-peserta lain. Saat saya berkenalan dengan Jong, dia pun meggunakan bahasa Suroboyan setelah tau bahwa saya besar di Surabaya.

Karena kami sampai di Sloka Institute sebelum jam 4 sore, bli Junk dan mbok Luh De sempat bercakap-cakap dengan Hannah. Hannah yang berasal dari New Zealand dimintai konfirmasi apakah benar disana lebih banyak domba daripada manusianya, da Hannah pun mengiyakan. Yang nggak mau kalah, mbok Luh De mengatakan bahwa kalau di Bali itu perbandingannya adalah 4 sepeda motor dan 1 orang. Mereka pun tertawa karena Hannah tak percaya.

Di New Zealand memang tidak banyak penduduknya, sedangkan kebanyakan orang disana ternak domba, beda kalau disini orang ternak sepeda motor hehehe. Bli Junk juga sempat bertanya apa orang disana punya sepeda motor, Hannah pun bilang tidak banyak. Bli Junk, mbok Luh De dan Hannah sempat-sempatnya bercanda kalau orang di New Zealand kendaraannya adalah domba! Saya cuman dengerin aja sambil cekikikan.

Pada pukul 4 sore acara dimulai dengan mbok Luh De sebagai moderator. Mbok luh membuka acara dan memita semua yang hadir untuk memperkenalkan diri satu persatu. Setelah sesi perkenalan, narasumber pertama yaitu mbak Itha pun memulai presentasinya. Mbak Itha adalah seorang aktivis di komunitas Rumah Berdaya Denpasar. Ia juga telah membantu anak-anak dan para pengungsi gunung Agung di Bali untuk mengisi waktu dengan membuat kerajinan dari gulungan kertas.

Iin4

Mbak Itha sedang menjelaskan ciri-ciri penyakit yang ia derita adalah posisi alisnya tidak sejajar. Di dalam foto ada (kiri ke kanan): Jong, Mbak Diah, Mbak Itha dan Mbok Luh De. Foto oleh mbak Iin.

Sebelum mempresentasikan materinya, mbak Itha membagikan secarik kertas kecil kepada para peserta untuk menuliskan pertanyaan mengenai materinya nanti. Dua pertanyaan pilihan akan mendapatkan hadiah yang sudah disiapkan oleh mbak Itha. Dan hadiahnya adalah keranjang yang merupakan buah karya mbak Itha dari gulungan kertas tidak terpakai! Kreatif dan ramah lingkungan banget kan…!

Mbak Itha menjelaskan awal-awal ia memulai blog, saat itu ia ngeblog dengan copy pasti status-status beken di FB. Lama-kelamaan ia memulai menuliskan ceritanya sendiri, tentang kesehariannya, isi pikirannya dan pengalaman hidupnya. Ia juga menjelaskan bahwa ia terkena Marfan Syndrome yang menyebabkan skoliosis pada tulang punggungnya. Marfan syndrom adalah kelainan pada jarigan struktur penyangga tubuh. Ia juga menderita kebocoran jantung dan sempat menjalani operasi jantung non-bedah.

Ada juga beberapa tahap yang sempat dirasakan oleh mbak Itha sebagai orang berkebutuhan khusus seperti denial, anger, bergaining, depression dan acceptance. Saat ini mbak Itha sudah lebih ikhlas dalam menerima keadaan dirinya dan ia menjalani hidup seperti orang “hopeless” sehingga ia bisa berbuat sebaik mungkin dalam menjalani hari ini seolah-olah hari ini adalah hari terakhir dalam hidupnya.

Mbak Itha sempat juga membagikan tips untuk terus ngeblog seperti belajar EYD, banyak baca buku agar perbendaharaan kata kita meningkat dan bisa membentuk gaya penulisan yang baik, lalu tulis dulu secara bebas apa yang mau diposting di blog nanti revisi bisa nyusul belakangan. Kita juga bisa minta bantuan teman untuk merevisi tulisan kita sebelum dipublish.

mbok Lode 3

Presentasi mbak Itha. Foto oleh mbok Luh De

Seusai presentasi, mbak Itha membacakan 2 pertanyaan pilihannya dan ia pun langsung menjawabnya. Pertanyaan sisanya disimpan untuk bahan penulisan di blognya. Kebetulan pertanyaan saya disimpan, nih oleh mbak Itha, jadi saya bisa ngecek jawabannya kalau-kalau udah diposting diblognya.

Presentasi selanjutnya dibawakan oleh Bli Junk. Ia adalah seorang radiografer, atau kata mbok Luh De sebagai Tukang Rongent di RSUP Sanglah. Bli Junk menjelaskan mengenai hal-hal teknis dalam ngeblog seperti bagaimana cara mendapatkan blog berbayar, apa yang kita perlu lakukan untuk membuat blog dan kebetulan bli Junk menjelaskan cara membuat blog baru di WordPress.

Iin5

Giliran bli Junk memberi presentasi, foto oleh mbak Iin

Setelah presentasi bli Junk hampir selesai – ya karena kita kekurangan waktu sih, sebenarnya – mbok Luh De meminta untuk membuka blog masing-masing peserta dan menampilkannya di proyektor sehingga kami bisa sama-sama melihat. Saat setiap blog peserta dibuka, Bli Junk memberikan komentar dan menanyakan apakah ada yang perlu diubah atau dibantu demi peningkatan kualitas blog kepada setiap pemilik. Sedangkan yang belum punya blog dipersilakan mulai membuat blog baru di tempat. Tenang aja di Sloka Institute tersedia wi-fi, kok.

Iin2

Kepada saya, bli Junk berkomentar bahwa blog saya sudah bagus. Lalu ia bertaya apakah headernya ini saya buat sendiri. Saya mengiyakan dan menambahkan bahwa itu dibuat dengan program Paint. Bli Junk seolah-olah tak percaya, dan bertanya lagi apakah saya pakai mouse membuatnya. Dan saya iyakan lagi J. Uh-hu. Sayang blog saya agak lama dibuka karena tulisan yang dipampang di homepage full-text semua dan banyak banget.

Saya minta masukan kepada bli Junk supaya bisa bantu saya membuat Archives di menu page. Dan seusai presentasinya, Bli Junk langsung bantu dengan senang hati, lho… Ia pun dengan ramah bertanya kepada Hannah apakah Hannah mengerti apa yang telah ia jelaskan, he he he yang sayangnya Hannah tidak mengerti.

blijunk1

Mbok Luh De sibuk memotret mbak Itha dengan kedua kerajinan tangan kreasinya yang terbuat dari gulungan kertas bekas, foto oleh bli Junk

Selama acara berlangsung kami disuguhkan klepon, marning, jeruk dan pisang. Tidak lupa mbok Luh De menawarkan setiap peserta dengan teh atau kopi. Saya awalnya menolak tapi mbak Diah dan mbok Luh De berkata bahwa ini mandatory untuk menyecap gelas Sloka Institute. Saya pun mau deh dibikinin teh sedangkan Hannah pilih kopi.

mbok Lode 1

Tuan rumah: mbak Iin dan kedua narasum: mbak Itha dan bli Junk. Foto oleh mbok Luh De

Acara berakhir jam 7 malam, over time 1 jam, bo! Bli Junk bantu saya ngoprek blog itu aja cuma ngabisin waktu 5 menit. Lalu ada serah terima hadiah dari Sloka Institute ke narasumber dan dari mbak Itha ke dua penanya pilihannya. Terakhir kami berfoto bersama dan juga mengambil video singkat dengan mengucapkan dua slogan, “mai ngeblog pang sing belog” dan “No neuus without u!”. Cheers!

blijunk2

“Mai ngeblog pang sing belog” – itu dalam Bahasa Indonesia berarti: ayo ngeblog supaya tidak bodoh. Ternyata meski di Bali, Almira salah satu peserta yang tidak tau arti slogan Bali Blogger Community tersebut. Foto oleh Bli Junk

mbok Lode 2

No Neuus without U… Foto oleh Mbok Luh De

Senaaaangnya akhirnya bisa ketemu komunitas dan ikut kelas blogging, ini pertama kalinya buat saya. Nggak kapok sih buat datang lagi, tapi capeknya menempuh perjalanan dari Angkah ke Denpasar dan balik lagi itu lho! Buat bokong saya mati rasa, Hannah pun mengalami hal yang sama, hihi kasian dia. Untung dia suka melihat-lihat selama perjalanan naik motor. Kami pun sampai di rumah pukul 10 kurang dikit. Whooo! It was so fun though and the people are very friendly and nice and funny.

Hannah

Kami peserta terakhir yang belum pulang, sebelum pulang tak lupa foto berdua dulu sama Hannah, untung di Sloka masih ada bli Junk yag mengantar sampai depan pintu dan mbak Iin yang bantu fotoin kami.

♡ Intan Rastini

A Tour to Rainbow Warrior: a Greenpeace Ship Landed in Bali

A day after Kavin’s 3rd birthday, we went to port Benoa. A greenpeace famous ship has been landed on Bali, at the port Benoa. I didn’t want to miss this chance so I asked my husband to go there with the kids. It is a rare opportunity to see the Rainbow Warrior and even go inside the ship. Greenpeace journey has been started in Papua, the second place to land was Bali, Next is going to be Jakarta for a week on April 23-29 2018. The journey is called “Jelajah Harmoni Nusantara” Rainbow Warrior Southeast Asia Ship Tour 2018.

1

From Angkah village in Selemadeg Barat, Tabanan to port Benoa it takes about 2.30 hours by motorbike. Our destination is approximately 50 km away. When we arrived on the Benoa highway, we had to pay the entrance highway fee for motorbike Rp 2,000. At the port, we didn’t need to pay any entrance fee or parking fee. It was all free. The Rainbow Warrior open boat event held by Greenpeace was also totally free. This event is held on April 14-15 2018 from 9:00-12:00 and 13:00-16:00. We came on Saturday, April 14 at 13:00.

Port of Benoa

When we arrived at the port Benoa, we had lunch first by the dock. We brought our lunch box and we shared meal with 4 persons: my husband, Kalki, Kavin and me. It was very hot at the port, by the way. We already prepared bringing 4 drinking bottle containing 3,1 L of water. And it was insufficient for the four of us. Because we were sweating a lot and we need drinking much water to rehydrate our body. We felt so thirsty almost all the time.

324

After having lunch, we could visit the handycraft stands by local communities who care to the environment and their products are mostly eco-friendly or by recycled materials. Kalki and Kavin tried to chill out at the painting tent, there were some cozy beanbags for lying down or sitting down. We could enjoy the ocean breeze here, and let the kids paint on a cut unused posters’ backside.

 

At 1 pm we made a line to enter the Rainbow Warrior. A group of visitors that allowed to enter in every session was 25 persons excluded children.  We went inside the ship in the first session.  There was an Indonesian tour guide who explained about the Rainbow Warrior. This Rainbow Warrior Ship was the third ship of Greenpeace. The first had been bombed by the French intelligent agent and the second one was too old to be operated. Next, Greenpeace made its own ship unlike its two ships before that those are modified ships.

 

Something unique about the ship that it has a dolphin wooden statue, its name is Dave the Dolphin. And it was brought from the first ship. There was also a classic hand bell in front of the steering room. Ships used to use hand bell in old times to acknowledge its coming but nowadays because of radio, GPS and etc, we don’t need hand bell anymore. In Rainbow Warrior there is a tradition to ring the hand bell on a new year’s eve by the youngest ship’s crew.

44

This third Rainbow Warrior is a sailboat with modern technology. It uses wind energy to sail, but it can use diesel too when there is no wind.This ship has big strong sail poles which form like the  alphabet “A” structures. Because of its huge sails, it uses machine to expand them and also with the help of the crews. There are some monitors in the steering room and as a controlling room also. Luckily, Kalki had the opportunity to sit on the captain’s seat! There were so many buttons and panels. Visitors and especially children were not allowed to touch anything there.

 

The Rainbow Warrior’s crew who explained about the ship was Reinoud, his position is 2nd mate – I don’t know what it means. Unfortunately I didn’t ask him what exactly his posisition was about. I just asked about where the captain was. And the captain was discussing something with the crews in the other room behind the steering room.

18

Reinoud the 2nd Mate in the steering room and a translator

Reinoud explained that this ship has ever been followed by government war ships so close behind. He said that some government or companies felt afraid of the Rainbow Warrior. So, it’s good that they felt afraid because it meant that they did something wrong. Even their captain had also been terrorized too. The captain of Rainbow Warrior is a dutch woman named Hettie Geenen.

 

After going inside the steering room we went to the conference room. It was such a multifunctional room with a projector hanging on the ceiling. The crew could also set up some gym equipments there so they could do exercise. At that room, we watch a short video presenting about what Greenpeace had done especially in Indonesia.

 

Next tour was to the Helipad. Yes Rainbow Warrior has a landing deck for a helicopter. On the helideck there were some knockdown wooden wall for sticking posters about Greenpeace international. So we could read what kind of environmental issues that Greenpeace had been fighting for. From plastic waste to electronic waste, farming land that would be used as a mega electricity plan with coal, massive deforestation to start palm farming, air pollution, even about the bombing of the first Rainbow Warrior Ship.

14042018(020)

23

Welcome to Indonesia, Greenpeace!

The tour inside Rainbow Warrior maybe only took 15-20 minutes only. The next groups kept going on and on as the first group ended the tour. After I finished my tour, I took a rest by sitting down under the trees’ shadows. Because I had something to ask to the ship crew, I joined the next session for the second time. This time I went only with kalki. The tour was the same as the first. At the first session Kalki hadn’t got the chance for sitting on the captain’s seat, but at the second time, he got it.

45

I met with Sabine Skiner from Germany this time. She is the mechanic of Rainbow Warrior. I asked her whether there were any Indonesian crew in Rainbow Warrior. She said there were 16 crews from 14 different countries. 2 crews are from Indonesia: 1 deck-hand crew and 1 as a volunteer. At last, I asked Sabine to sign on my notebook.

15

 

Next, I skipped watching video in the conference room, I directly went straight to the helideck and read few articles there and then Kalki and I went to the land to meet Kavin and my husband. It was very nice to be inside of Rainbow Warrior and to meet the ship’s crews. Unfortunately I didn’t meet every crew of Rainbow Warrior and what I waited the most was to meet the ship’s chef, Daniel Bravo.

47

It was said by the Indonesian tour guide that all crew in this ship weren’t not only activists but they were also scientist and researchers. Meeting the only chef of the ship is very interesting to me, to know about what kind of menu did he always cook for all the crew and… besides that, he also looked like Orlando Bloom to me, haha. Reminding me to Pirates of the Caribbean so much!

46

It was a little bit disappointing that the visitors were not given a tour to every cabin and to the kitchen. We also couldn’t meet to every ship’s crew because only one crew that was in charge in the steering room to welcome the visitors. By chance, I noticed the other ship’s crew like Shuk Ning Cheung as a volunteer deck hand, Daniel Szony as 3rd mate and another crew inside the tools and equipments room, but I didn’t know who he was. Sabine said that Daniel was from Hungary. He appeared in the steering room at that time.

 

On the dock near by the ship was moored, we could enjoy dragon fruit juice and another fruit juice, but we needed to bring our own tumblr to get that juice. I didn’t know whether it was free or not so I didn’t  go to get that juice. There was also loud music by two DJs but they were gone at about 1.30 pm. There were a community which cared to the plastic waste named Bye Bye Plastic Bags, two persons came to me and asked a permission to interview about my concern to plastic waste.

 

There was also another community like Trash Hero, and the others that I din’t pay attention that much. However mostly there were communities that care to the environment and want a better change for Planet Earth. This time Greenpeace came bringing a campaign to use renewable energy, there was a giant phrase showed on the ship’s net: BALI GO RENEWABLE. And also on a long banner attached on the ship’s fence: “BALI SAATNYA BERALIH KE ENERGI TERBARUKAN”. Are you ready to use renewable and stop using plastic bags?

43

Our Indonesia’s minister of Maritime Affairs and Fisheries, Susi Pudjiastuti had visited Rainbow Warrior when it was landed in Papua, how about you? To me it is a cool opportunity that I won’t miss! Let’s join to be an ocean defender!

47

It was so hot! But a cool experience though

40

Greenpeace lifeboat

39

Balinese traditional offering to welcome the Rainbow Warrior Ship in Bali

♡ Intan Rastini