My Nuclear Family

Hello, ayah, mama, adik… apa kabarnya? Dulu keluarga inti saya terdiri dari kami ber-empat. Ayah, mama, saya dan adik. Sehari-hari ya cuma ada kami berempat isinya sebagai penghuni rumah. Yang saya ingat begitu. Mama pernah cerita bahwa dulu ayah dan mama sempat tinggal di rumah mbah dan pekak di Perak sebelum mereka akhirnya memiliki rumah sendiri. Justru saya nggak ingat masa-masa itu. Karena mungkin saya masih kecil sekali. Yang saya ingat adalah saya tinggal di Sidoarjo bukan di Surabaya.

Bagaimanapun kenangan masa kecil di Surabaya sungguh menyenangkan juga. Saya sering tuh nginep di rumah pekak dan mbah saya di perak, yang mana penghuni rumahnya rame abis dan seru banget diajak main bagi saya yang masih kecil saat itu. Saudara sepupu saya ada tiga yang tinggal dengan pekak dan mbah saya (sebutan untuk kakek dan nenek di Bali atau oleh orang Bali). Ada kakak Ayu sebagai sepupu tertua, Ratih sebagai adik sepupu saya yang anak tengah, dan si bungsu Putra yang juga merupakan cucu termuda dari kakek dan nenek dari mama.

Sudah kebayang kan kenapa dulu masa kecil saya betah sekali minta nginep di Perak? Ya isinya teman main masa kecil saya semua di sana. Bukan main aja, sampai berantem dan nangis-nangis, ledek-ledekan pun pernah. Saya ingat tidak jarang saya berantem sama Ratih yang selisih usianya setahun doang. Bahkan berantem sampai adu fisik sama Putra yang usianya lebih muda 5 tahun dari saya. Adu fisiknya bukan yang gimana sih, tapi kayak saling menggigit aja hahaha. Udah kayak guguk, ya?

Maka dari itu saya lebih dekat dengan keluarga dari mama saya ketimbang dari ayah saya. Bukan pilih-pilih, nih… Tapi ya karena keadaan juga yang mengkondisikan begitu. Dulu saya masih kecil kan juga belum terlalu menentukan pilihan, manut orang tua aja. Mama saya sering ajak saya dan adik saya naik bis buat menengok mbah dan pekak di Perak. Wah saya inget betul kalau mama udah ajak kami naik bis, nanti trus turun di Terawitan, lalu dilanjutkan naik becak sampai ke rumah mbah.

Pulang main di rumah mbah pekak bisa sore menjelang malam, sama naik becak dulu ke jalan besar di Terawitan lalu nyebrang sampai ke depan supermarket apa gitu ya namanya, lupa! Lalu kami bertiga nunggu angkutan umum yang lewat atau bis. Itu ingatan saya waktu kecil. Rasanya main di rumah pekak dan mbah cuma sehari itu selalu singkat, sehingga kadang saya dikasi nginep di sana. Bahkan sampai kurang puasnya nginep cuma beberapa hari, saya sampai niteni a.k.a memperhitungkan di kalender kapan libur sekolah atau tanggal merah terdekat selanjutnya untuk bisa nginep lagi hahaha.

Saya bukannya kurang temen main dengan adanya adik laki-laki saya yang lebih muda dua setengah tahun dari saya dan anak-anak tetangga di komplek rumah orang tua saya, tapi bagi saya, saya tuh udah dari bayi udah kadung ikrib alias akrab sebab udah ada kedekatan emosional gitu sama budhe, saudara-saudara sepupu saya yang tiga bocah ngruntel itu dan juga dekat dengan mbah dan pekak saya. Makanya saya merasa nyaman menghabiskan waktu bersama mereka, dan nggak segan-segan lagi ehehehe.

Kembali lagi, tetap aja keluarga inti saya itu ya cuma berempat, meskipun keluarga saya sebenernya lebarnya sampai meleber kemana-mana dari pihak ibu, juga dari pihak ayah. Dan kadang di rumah itu saya merasa kesepian, meski juga saya bisa asyik dengan dunia saya sendiri saat beranjak dewasa, eh remaja. Ya kadang saya suka main sama adik saya juga. Permainan kami itu kayak ular tangga, monopoli, main rugby-rugby-an, main squash-squashan di teras pakai bola tenis dipantulin ke tembok, main mainan Happy Meals hadiah Mc Donald’s, baca buku cerita, main skateboard, otopet, sepatu roda, dsb.

Semakin remaja semakin terjadi kesenjangan kesepian itu karena udah punya kesukaan masing-masing, kayak selera musik saya dan adik saya beda meskipun ada beberapa yang sama, selera buku udah beda, selera serial TV udah beda, meski masih suka nonton film bareng di rumah. Selera main juga pun mulai beda sehingga teman sepermainannya juga beda di komplek. Adik saya suka main sepak bola dengan anak-anak cowok, sedangkan saya suka latihan ngedance sama anak-anak cewek yang saat itu lagi tergila-gila oleh boyband.

Kalau diingat-ingat lucu juga, karena sebenernya meski menjadi bocah yang pernah merasa kesepian karena merasa saudaranya cuma satu yaitu adiknya yang ada di rumah itu aja, tapi masa kecil saya cukup menyenangkan. Dengan hadirnya sepupu-sepupu saya yang kocak karena kadang mereka suka ngebanyol. Sepupu lain yang saya miliki juga ada Kakak Putu dan Maya yang sama-sama tinggal di Surabaya, tapi intensitas saya bertemu mereka tidak sesering saya menghabiskan waktu dengan kakak Ayu, Ratih dan Putra. Maka dari itu ada sedikit feel yang berbeda dan itu nggak bisa dibohongi, meski saya pun sayang mereka sebagai kakak dan adik sepupu saya juga tapi kan akrabnya beda dari triple bocah yang biasa untel-untelan sama saya.

Sekarang saya sudah mengembangkan keluarga inti sendiri. Saya udah beranjak dari keluarga inti awal saya sebagai anak. Kini saya seorang ibu, seorang mama. Masih sama, sih jumlahnya empat orang anggota aja, karena udah merasa pas. Ada papa, mama, Kalki dan Kavin. Tidak kurang dan tidak lebih itulah keluarga inti saya saat ini. Kalau dikata di dalam Kartu Keluarga, ya nama-nama kami berempat lah yang mengisi lembar KK tersebut. 😊

Kenapa keluarga inti itu berarti bagi saya, karena di situlah tempat bernaung pertama saya, disitulah tempat saya belajar pertama kali. Di dalam nuclear family. Dan di keluarga inti yang saya miliki inilah juga saya belajar bertanggung jawab. Ya, bertanggung jawab sebagai orang dewasa atas keputusan yang telah saya buat. Posisi saya sudah berubah dari yang semula anak jadi seorang istri dan ibu, di sana lah saya belajar transisinya, berproses menjadi manusia dengan tanggung jawab baru, yang tak bosan-bosannya diingatkan oleh suami saya sebagai kepala keluarga.

Saya harap mama, ayah dan juga adik saya tidak merasa kesepian, ya, karena saya telah melangkah meninggalkan mereka untuk step up ke jenjang membentuk keluarga inti yang baru. Merasa rindu boleh, merasa kesepian jangan, karena dulu saya merasakan kesepian itu nggak enak banget. Sampai sekarang pun masih kadang-kadang terasa kesepian menghantui kalau nggak ada suara rindik pak Mario yang syahdu (eh?) dan duo munchkin yang jadi biang keributan rumah 😆. Janganlah merasa kesepian, mari merasa utuh saja.

Salam sayang, Intan.

7 thoughts on “My Nuclear Family

  1. Sebaliknya aku dulu malah berharap jd anak tunggal hahahaha. Nthlaah, mungkin Krn aku memang suka menyendiri. Jd buatku hanya berteman dengan buku2 yg dibeli papa, itu udh seneng banget. Hrs dipaksa kluar supaya main Ama yg lain.

    Tapi skr sih, aku lumayan Deket Ama adek2ku, 3 orang, walopun msh susah utk sosialisasi dengan orang lain yg blm aku kenal Deket.

    Aku juga berharap ortuku di Medan ga kesepian sih, Krn semua anaknya udh mencar kemana2 :). Tapi rasanya ga, apalagi papa msh sibuk ngurusin bisnis.

    Mungkin mama yg terkadang suka curhat kesepian, apalagi pandemi gini 😦

    • Hiyaa mbak Fanny ada angan-angan ingin jadi anak tunggal dulunya. Ya nggak salah juga supaya prioritas orang tua dan seluruh kasih sayang tercurah maksimal ya mbak. Tapi siap-siap aja temen mainnya ya ortu atau nanny. 😀

      Banyak juga mbak punya adek, seru tuh. Punya temen main banyak banget. Bisa sebagai tempat berbagi cerita juga kan. Sering-sering dikontak rutin bisa membantu mbak untuk menghalau rasa kesepian mamanya. Memang pandemi bikin siapa pun seolah terisolir dari kehidupan sosial biasanya. Terima kasih ya mbak udah meluangkan waktu untuk berbagi dengan saya di sini. 🥰

  2. Pingback: Lovely Fireflies – Kunang-kunang Cantik | Intan Rastini

  3. Sama kita mba, dua bersaudara dan jadi anak pertama hihihi, saya pun cukup akrab dengan para sepupu saya, tapi lebih akrabnya ke sepupu dari Ayah karena usianya berdekatan while yang dari Ibu saya mostly jauh lebih tua semua (ada generation gap) 😂

    By the way, semoga orang tua kita nggak merasa kesepian yaaa, meski kini berjauhan dari anak-anaknya, plus ditambah era pandemi jadi susah untuk ketemuan. Meski harus tetap bersyukur karena sekarang ada teknologi yang memudahkan kita 😁

    Sehat selalu untuk nuclear family, dan mba Intan’s little family 💕

    • Iya mbak, sama. Bedanya adik saya laki-laki, kalau adik mbak perempuan 🙂
      Sepupu-sepupu dari ayah saya juga baik-baik banget sama saya, cuma saya jarang ketemu mereka karena kami beda pulau dan justru saudara sepupu dari ayah saya lah yang usianya udah pada lebih tua dan mereka sangat ngemong saya gitu. Meski ada generation gap tapi enak juga disayang. Jadi kita kebalikan ya kalau masalah kedekatan dengan saudara sepupu 😄😄😄

      Iya semoga keluarga mbak semua juga tidak kesepian dan jaga kesehatan selalu. Terima kasih doanya dan juga karena sudah baca tulisan blog saya, mbak Creameno 💛💙❤

Thank you for reading my post, hope you enjoy it. Please... don't type an active link in the comment, because it will be marked as a spam automatically. I'd love to visit your blog if you fill the "website" form :)