Parafrase Puisi “Kenangan dan Kesepian” Karya Rendra menjadi sebuah prosa: Terdapat rumah tua dengan pagar terbuat dari batu. Menjadi rumah kenangan dan penuh memori dari masa yang sudah lalu. Kenangan masa kecilku yang sudah lampau dan telah lama berlalu. Kira-kira 40 tahun lalu aku menghabiskan masa kecilku di rumah itu bersama kakek dan nenekku yang sangat menyayangiku. Ayah dan ibuku sibuk bekerja di ladang menanam padi di kala musim tanam. Selama ayah dan ibu bekerja dari pagi hingga sore, aku diasuh dan dijaga oleh kakek dan nenekku di rumah. Sesekali mereka pun mengajakku ke kebun di dekat rumah untuk mencari sayur-sayuran dan umbi-umbian sebagai bahan makanan sekeluarga. Langit di desa sungguh indah, warnanya biru dan udaranya bersih tak tercemar polusi. Juga banyak terhampar sawah yang berganti warna sesuai musimnya. Jika musim tanam datang, sawah akan berwarna hijau menyegarkan mata. Menjelang musim panen tiba, padi-padi yang merunduk, gemuk berisi akan memberikan warna kuning pada keseluruhan sawah. Jika musim panen telah usai, sawah akan terlihat cokelat karena sekam-sekam yang dibiarkan mengering layu. Pada akhirnya sawah mulai diairi kembali dan menjadi sangat becek berlumpur untuk musim tanam berikutnya. Juga jangan lupakan bambu-bambu yang sangat mudah tumbuh di sekitar sungai-sungai kecil dan di antara kebun-kebun tetangga. Sudah lama rasanya aku berkenalan dengan suasana sepi pedesaan hingga sampai pada kejemuan. Akhirnya semakin disandarkanlah perasaan ini ke dalam hati hingga aku beranjak dewasa. Jalan hidupku seperti usang dan berdebu, aku makin merasa seolah-seolah tak berhati. Lewat perjalanan nasib, aku mencoba menatapnya kembali. Kini aku telah dewasa, ayah dan ibuku telah tiada, apalagi kakek dan nenekku. Aku tak memiliki adik maupun kakak, pasangan hidup pun tidak. Cinta yang pernah datang dalam hidupku seperti burung tak tergenggam. Selain itu, ibarat batang baja waktu lengang di desa itu, seolah-olah dari belakang terus menikam ke dalam kosongnya hatiku. Maka dari itu rumah tua dan pagar batu kini telah aku tinggalkan. Aku pun pindah dari desa terpencil ini ke kota. Rasa sepi yang syahdu itu membuatku tak tahan lagi untuk terus berada di sini. Dibuat oleh: Intan Rastini. |
Dibuat ketika saya masih berkuliah dan bekerja di kantor instansi desa; menjalani tutorial online dengan dosen pembimbing yang memberikan materi secara daring di Universitas Terbuka Indonesia.