Kegiatan Nyepi yang saya tuliskan berdasarkan pengalaman pribadi sendiri ini udah macam portofolio aja, apakah saya berhasil menunaikan tapa brata penyepian atau berhasil menapaki tingkatan spiritual yang lebih tinggi, dan sebagainya… Ya, yang saya rasakan seperti itu. Seperti bahan evaluasi diri sendiri setiap pergantian tahun Saka. Nyepi kali ini adalah pergantian tahun baru saka 1943. Hari Nyepi jatuhnya selalu pada tilem atau bulan baru kesembilan dari perhitungan kalender Bali.
Sedikit gamang memang menuliskan kegiatan saya sendiri di hari raya Nyepi, yaitu hari dimana umat Hindu sebenarnya tidak berkegiatan apa-apa. Bagaimana bisa manusia yang hidup itu luput dari berkegiatan? Rebahan atau tidur saja itu merupakan suatu kegiatan. Tetapi esensi dalam hari Nyepi sebagai pergantian tahun Saka ini diyakini dengan tidak terlalu larut dalam kesenangan merayakan pergantian tahun yang baru.
Jadi apa yang saya lakukan di hari Nyepi tahun ini? Saya bangun pagi pukul 05.52 WITA. Segera setelah bangun saya kerok lidah, minum air putih hangat, lalu pergi ke kamar mandi. Selesai urusan di toilet, saya minum air putih lagi. Lalu ambil handuk dan pergi mandi. Tuntas mandi, saya gosok gigi lalu membalurkan masker charcoal di wajah saya.
Saat menunggu masker kering, saya duduk di atas kasur. Memandang ke buku Kynd Cookbook yang tergeletak di meja. Buku itu sudah dibuka oleh Kalki semalam, sekarang giliran saya membacanya. Dari pukul 06.20 WITA saya membaca perjalanan bisnis pendiri Café Kynd hingga pukul 08.00 WITA. Saya juga mencermati semua resep-resep makanan yang disajikan di buku tersebut lalu menandai dua resep yang ingin saya masak terlebih dahulu dengan bahan utama sayur kale.
Selesai membaca buku… Saya bergegas mencuci muka. Setelah itu ambil matras dan membeberkannya di atas rumput di pekarangan rumah. Saya bermeditasi dengan tema “Forgiveness” yang dipandu oleh Phisi di Peace Sea Podcast yang sudah saya unduh sebelumnya. Sesi meditasi Forgiveness itu tidak lama, hanya 15 menit saja. Setelah itu saya lanjutkan dengan meditasi Collective Consciousness yang durasinya lebih panjang yaitu 32 menit. Lama juga saya menikmati keheningan di hamparan rumput pekarangan ditemani ayam-ayam yang asyik mengais makanan di sekitar saya.
Saya rasa ini adalah momentum yang tepat untuk meditasi yang lebih lama, apalagi bertema “Collective Consciousness”. Saya merasakan suasana yang begitu hening di hari ini. Tidak ada lalu lalang kendaraan bermotor, tidak ada suara gonggongan anjing, tidak ada keributan apapun. Di saat Nyepi ini lah, orang yang merayakannya jadi lebih berkesadaran dalam melakukan kegiatan atau memutuskan hendak berbuat apa. Maka dari itu saya membayangkan jika semua orang meningkatkan kesadaran mental atau spiritualnya bersamaan di hari ini dengan upaya hening bersama seharian.
Sinar matahari mulai menyengat wajah saya hingga saya berkeringat, kira-kira saat itu sudah pukul 09.30 WITA. Saya pun melipat matras lalu masuk ke dalam rumah. Di dalam, saya ngadem terus ambil buku bu Geeta Vara, guru Ayurveda saya. Saya rebahan di atas kasur dan membaca buku Ayurveda, “A practical guide to optimal health, healing and vitality”.
Kok, ya tepat banget, saat Nyepi ini, saat saya sedang puasa makan dan minum.. Saya membaca bab lanjutan buku Ayurveda bu Geeta yaitu Chapter 11 tentang Detoxification. Bahasan di bab detoksifikasi ini ada Physical body detox (termasuk fasting atau puasa dan Sensory detox atau detoks indera-indera), Environmental detox, Occupational Detox, Relationship detox, dan Emotional detox. Akhirnya pukul setengah sebelas saya mengantuk dan memutuskan untuk meletakkan buku di meja dan tertidur.
Saya bangun pukul dua atau setengah tiga sore. Saat bangun saya sempat tanya Kalki, “Kak, jam berapa sekarang?”
Anak-anak tidak ada satu pun yang ikut mamanya tidur siang! Kata papa, “biarin saja anak-anak tidak tidur siang, supaya nanti malam pas gelap langsung tidur saja.”
Akhirnya saya duduk-duduk di ruang keluarga melihat suami saya mengajak main Kalki dan Kavin kartu memory game. Mereka berusaha bermain dengan tenang, tidak gaduh, dan tidak boleh ribut. Berseru tetap dilakukan tetapi dalam volume yang kecil. Mereka bermain beberapa putaran dan merasakan keseruan permainan mengingat motif atau pola dan letak pasangan kartu yang memiliki pola sama tersebut.
Sampai akhirnya Kalki ngambek dan tidak mau bermain lagi. Dia ngambek karena dimarahin melulu. Gimana mau nggak marah, kalau giliran orang diserobot terus?! Kavin pun akhirnya bermain berdua dengan papa, sampai dia pun berhenti bermain karena merasa bosan. Papa yang masih antusias bermain, melirik dan mengajak mama. Kami bermain hanya 1 putaran saja dengan hasil seri. Kavin yang mengetahui hasil permainan kami pun jadi takjub, “Wah seri! Wah seri!” begitu serunya.
Sekitar pukul 4 sore, seusai bermain kartu memory game saya menyiram tanaman. Menyaksikan Popo, anjing tetangga, datang tepat waktu untuk mengajak Golden Brown bermain. Ya, Popo kadang suka mampir ke rumah kami untuk bermain bersama Golden. Uniknya, jadwal Popo main ke rumah itu terjadwal! Sungguh anjing yang teratur dan terpola. Selain itu saya cukup sedih, mendapati dua buah Stroberi saya yang ranum digerogoti oleh oknum, yang saya tidak tau siapa. Digerogoti setengah dan dibiarkan masih menggantung di tangkainya.
Selanjutnya anak-anak pergi mandi satu per satu secara bergiliran. Setelah mereka semua pada selesai mandi, giliran mamanya yang mandi. Setelah mandi saya melakukan Puja Trisandya dan melanjutkan dengan merenung sejenak sambil tetap dalam posisi duduk bersimpuh. Saya berusaha mendengarkan ke dalam, juga ke luar. Yang terdengar adalah suara lingkungan sekitar yang sungguh cukup magical. Saya mendengar suara alam yang biasanya tertutup oleh suara bising dan dengung aktivitas manusia.
Anak-anak dan suami tetap makan sehari tiga kali selama hari Nyepi. Kalau saya, saya ingin tiap hari Nyepi menjadi hari detoksifikasi diri saya dari kenikmatan-kenikmatan indriawi. Meskipun itu hampir mustahil untuk dilakukan secara mutlak, saya melakukan semampu saya saja. Maka saat malam tiba… Selamat datang absolute darkness… Yang akhirnya kami tepis sebentar kepekatan gelap malam itu dengan menyalakan lampu meja yang temaram. Di luar sedang hujan sehingga suasana cukup dingin.
Kavin sudah berhasil dinina-bobokan oleh papa setelah sandi kala. Kakaknya, Kalki masih terjaga. Dia main gameboy sebentar lalu minta dibacakan buku Herbivorous Dinosaurs. Entah, karena situasi dan suasana atau karena perasaan saya saja, dari membaca buku Herbivorous Dinosaurs hati saya menjadi sayang dengan sifat-sifat dinosaurus pemakan tumbuh-tumbuhan ini di masa lampau. Memikirkan dunia mereka yang pernah ada di bumi yang sama dengan saya rasanya saja sudah spiritual sekali.
Lalu saya melanjutkan baca buku Ayurveda saya lagi hingga chapter 12 yang berjudl Food as Medicine. Menjelang akan tidur, yaitu pukul 9 malam, saya pun pergi ke dapur. Saya ambil beras dan mencucinya lalu merendamnya sebentar dalam wadah tembikar slow cooker. Setelah direndam saya beri santan, bubuk kunir, sedikit jinten, adas, ketumbar bubuk dan paprika bubuk lalu dimasak di dalam slow cooker elektrik. Saya potong-potong juga sayur kale dan mencemplungkannya ke dalam clay pot tersebut.
Saya mencoba melihat langit di saat gelap gulitanya malam Nyepi. Tetapi sayang, langit kali ini sedang mendung sehingga yang tampak hanya awan. Sejak sore hingga malam terus turun hujan. Hingga malam menjelang dini hari pun rasanya masih gerimis. Saya sudah berusaha melihat langit dengan keadaan yang benar-benar gelap yang hampir hanya bisa didapat di malam Nyepi saja di Bali, tetapi hasilnya betul-betul tidak segemerlap malam-malam Nyepi sebelumnya ketika langit cerah.
Akhirnya saya pergi tidur. Keesokan harinya saya terbangun pukul 5 WITA dalam keadaan lapar dan lemas. Terakhir saya makan makanan adalah pukul 8 malam pada hari Sabtu hari pengrupukan Nyepi, yaitu H-1 sebelum Nyepi. Dan pada hari Nyepi saya hanya minum air putih hangat pada pagi hari pukul 6 WITA. Hari H+1 Nyepi adalah hari Ngembak Geni. Yaitu hari boleh bebas menyalakan api kembali, bisa beraktivitas secara normal lagi. Tetapi kondisi badan saya tak normal. Saya mengalami pusing dan berkunang-kunang saat berdiri.
Dengan susah payah saya pergi ke toilet. Setelah itu saya berusaha membuat teh. Saya tidak mampu berdiri atau berjalan lama-lama. Sebentar-sebentar saya duduk atau rebahan. Yang pasti rasanya tidak enak dan lunglai. Tapi saya masih bisa membuat teh terbuat dari campuran rempah-rempah, daun mint dan kelopak mawar kering. Lalu saya buka bubur saya di slow cooker, menyendoknya ke atas piring, dan membiarkannya dingin.
Saya akhiri puasa saya dengan minum teh herbal hangat ditambah madu, juga memakan satu buah pisang. Saya pun pergi ke kamar dan melakukan Puja Trisandya dilanjutkan dengan bermeditasi tema “Surrender”. Keadaan fisik saya masih tak enak rasanya. Setelah selesai bermeditasi bahkan saya sempat rebahan sebentar. Lalu saya bangun dan menyantap sarapan bubur yang sudah saya siapkan.
Berangsur-angsur pun badan saya mulai pulih kembali setelah berbagai makanan yang telah saya lahap. Dan saya merasa senang karena saya berhasil melaluinya. Melalui brata penyepian di hari Nyepi, yaitu tidak menyalakan api, tidak bepergian, tidak bersenang-senang, dan tidak bekerja. Ya, meskipun bersenang-senang sedikit dengan bermain kartu bersama papa. Bahkan Kalki sempat bilang bahwa hari Nyepi itu membosankan baginya. Hahaha.
Bagi saya tidak menyalakan api atau amati geni dalam catur brata penyepian itu artinya bisa secara harfiah ataupun arti kias yang dalam. Bagi yang meyakininya, mungkin akan cukup dengan tidak menyalakan api kompor untuk memasak, atau menyalakan api penerangan yaitu lampu. Bagi saya amati geni adalah tetap tidak meyalakan api di dalam diri yaitu tidak semau gue (toleran), tidak tinggi ego, tidak emosian, dan tidak berkobar seperti api yang lantas lepas kendali diri pokoknya.
Selama Nyepi saya belajar mengendalikan diri sendiri. Puasa adalah salah satu caranya. Lantas bukan berarti saya tidak toleran dengan anggota keluarga saya yang lain. Nyepi juga berarti berhenti sejenak dari kegiatan rutin kita. Bisa dikata mengistirahatkan indera-indera kita atau mengheningkan cipta. Mengevaluasi hidup yang sudah kita tempuh selama ini. Merenungi pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi dalam hidup dan sesekali juga saya memikirkan akan menempuh hidup ini dengan cara seperti apa ke depannya. Merefleksikan hal ini tentu tak bisa dilakukan jika suasana hingar-bingar. Maka dari itulah Nyepi ini saya berusaha resapi dengan menyepi diri dari hal-hal yang bersifat duniawi secara sementara. The day of silence. And it’s totally my day 😊.
“A great way to connect with your senses is through silence.”
“Meditation can help you connect with your inner wisdom and give your sensory organs the much-needed conscious rest and rejuvenation they need.”
Page 152, Chapter 11: Detoxification. Ayurveda book by Geeta Vara. ‘Ancient Wisdom for Modern Wellbeing’
🙏 Intan Rastini.