Lovely Fireflies – Kunang-kunang Cantik

Tiga hari lalu bapak mertua saya meminta tolong saya untuk dibelikan canang sari. Lalu saat sudah sore saya asyik menulis blog tentang apa itu makna keluarga inti bagi saya sehingga saya baru bisa keluar rumah pukul 7 WITA. Saat saya berjalan keluar untuk ke dusun sebelah, saya melihat langit indah sekali penuh warna gradasi senja. Ada semburat biru, ungu, violet – ungu sama violet bedanya di mana, sih? – dan juga jingga atau lembayung. Makanya ya, namanya langit Bali dilukiskan oleh mbok penyanyi Saras Dewi sebagai Lembayung Bali, :D.

Saat sedang berjalan kaki menuju ke Dusun Munduk untuk membeli canang sari, saya asyik melihat langit yang ternyata belum gelap banget, masih cantik sedikit terang. Saya melewati rumah tetangga saya 2 blok ke arah barat. Lalu ibu tetangga yang sedang berdiri di atas jalan pemesuannya ngeliatin saya terus yang sedang berjalan kaki. Karena kami sama-sama pakai masker penutup hidung dan mulut, maka saya sapa saja, “ngujang, tuh mek?” (ngapain tuh, bu?).

Sontak, ibu tetangga yang dari tadi berdiri ngeliatin saya aja berseru, “eh!” Seraya tersadar kalau ternyata itu saya, Intan, tetangga di sebelah paling timur. Lalu si ibu balik bertanya, dengang bahasa Bali tentu, “mau kemana itu? Kok berjalan kaki?”

Saya jawab, “Ne, kal meli canang di banjar Munduk.” (nih, mau beli canang di banjar Munduk)

Ibu tetangga, “Nggak naik motor, tuh? Udah sore kok jalan kaki?”

Saya timpali, “Sing, sing kengken… Kaaan pe’ek.” (Nggak, nggak apa… kan dekat).

“Ibu tetangga jadi makin heran, “Wih, jani be sanje, peteng nyin ditu, bani mejalan liwat lebah peteng-peteng keto?” [Wah, sekarang udah sore, gelap nanti di situ (jalan yang akan saya lalui), berani lewat turunan (lebah) gelap-gelap gitu?].

“Bani.” Seperti yang sudah saya bilang “sing kengken” (tidak apa-apa), “kan pe’ek” (kan dekat) itu saja alasan saya.

Saya itu menjawabnya sambil terus berjalan saja, sambil lalu gitu. Emang bukan sengaja berhenti untuk menjawab ibu tetangga saya itu. Kan tujuan saya adalah mau beli canang, bukan untuk cangkruk gitu hahaha. Setelah saya berlalu ke arah lebah, semacam jalan turunan yang paling rendah yang kanan-kirinya itu tegalan (kebun cokelat, kelapa, manggis, dan duren milik warga dan ada yang milik bapak mertua juga)… saya sayup-sayup mendengar ibu tetangga yang saya sapa tadi mengobrol dengan tetangga saya lainnya di seberang rumahnya.

Ngomongnya keras-keras, gitu, kawan… Ngasi tau tentang saya. Jadi ceritanya saya diomongin nih, antar tetangga bahwa saya berani jalan ke dusun sebelah lewat jalan di ‘lebah’ gelap-gelap begini padahal ini sudah menjelang malam. Suara tetangga saya itu kerraasss banget, deh! Sampai saya pun bisa mendengarnya dengan jelas, sampai saya tertawa kecil sendiri. Yah, memang gelap sih, tapi masih ada cahaya dikit dari matahari yang hampir terbenam ke peraduan. Jadi masih bisa kelihatan jalannya meski sama sekali nggak ada lampu.

Saat melewati ‘lebah’ yang memang kayak lembah jalan paling rendah, otomatis saya harus naik lagi, dong, jalan menanjak lageee… Welcome sandal selop karet plastik tak nyaman yang udah bikin kaki saya akhirnya lecet wakakaka.. Sesampainya di toko warga yang menjual canang, saya bertanya, “bu ado, canang? Meli dasa tali.” (Bu ada canang, beli sepuluh ribu).

Setelah mendapatkan canang yang saya perlukan, ibu penjual dan kerabatnya berkata dalam bahasa Bali campur bahasa Indonesia ke saya, “Oh, nggak naik motor ke sini?”

Saya jawab, “Enggak.”

Ibu penjual bertanya lagi, “Jalan kaki tadi?”

Saya balas, “Iya.”

“Ish, ish, ish… atau ck, ck, ck….” begitulah kira-kira ibu penjual dan ibu kerabatnya yang ada di warung kalau bisa berkomentar kepada saya, entah mengomentari sebagai keprihatinan terhadap saya atau sebagai ungkapan keheranan. Cuma gara-gara nggak bawa motor aja, guys! Iya cuma karena jalan kaki ke warung di dusun sebelah, mengundang decak entah kasihan, heran, atau keprihatinan oleh orang-orang.

Bukannya kebalik, nggak, sih? Dulu kalian warga sini bukannya udah sering kemana-mana jalan kaki, bukannya malah naik motor? Giliran sekarang saya jalan kaki kenapa heran bu-ebu? Saya pun pulang, tapi sebelum pulang dari warung saya mampir ke tetangga lain yang masih di dusun itu. Saya papasan sama bapak BPD dan tegur sapa sebentar, lalu saya balik badan dan bertanya, “Pak! Rumah pak Dodi itu dimana?”

Setelah diberi tau, saya menuju ke sana yang jaraknya ada kira-kira 400 meter, lah dari warung ibu penjual canang. Saya ke rumah beliau untuk menanyakan apakah saya bisa memesan pupuk kandang. Setelah bertamu ke rumah Pak Dodi  ternyata ada istrinya yang menyambut saya. Saya pun menanyakan pupuk kandang, apa bisa saya pesan satu kampil (karung). Sayang, sungguh sayang karena musim hujan pupuk kandang pun belum siap. Jada saya bilang saya butuh satu kampil saja dan perlu untuk besok atau dua hari lagi.

Bu Dodi pun tak berani beri janji, karena jika tidak ada panas matahari, sulit untuk menyiapkan pupuk kandangnya. Maka saya tanya berapa biaya pupuk kandang satu kampil tersebut. Sebesar Rp 30.000 dan diantar langsung ke rumah. YA, saya pesan. Tapi sampai hari ini belum ada antaran pupuk kandang tersebut, sepertinya mereka benar-benar sulit menyiapkan pupuk kandang siap pakai di kala hujan. Apalagi kemarin menjelang Tahun Baru Cina pada hujan terus seharian.

Akhirnya saya pulang… Jeng jeng jeng… Langit di luar itu udah bener-bener petheng ndedhet, lur! Udah gelap buanget, deh. Apalagi namanya di desa penerangan itu minim sekali. Semasa saya melewati jalanan yang di antaranya ada rumah-rumah warga, it’s still okay. Tiba saatnya saya harus melewati jalan yang di antaranya hanya ada tegalan (perkebunan) saja. Oh, boy! Finally this way.

Jalanan ini udah mulai nggak ada rumah warganya, murni tegalan aja di kanan dan di kiri. Gimana gelapnya? Absolute darkness, friend! Benar-benar gelap gulita. Sekali, dua kali ada pengemudi sepeda motor yang lewat dari belakang saya. Saya sampai takut mereka terkejut dan saya dikira penampakan wanita halus, lagi wekekek. Tapi sepeda motor mereka memberi saya sedikit penerangan untuk jalan selebar 2meter yang saya sedang lalui (dan jalani dengan tabah).

Kegelapan ini lah yang membuat saya bisa lihat bulan atau bintang-bintan di langit. Tapi agak susah karena kanan dan kiri isinya pepohonan semua rada lebat. Tiba di lebah pun saya harus nyebrang sungai kecil yang mana saya takut kaki saya mengarah ke bahu jalan dan terperosok ke bantaran sungai hahaha lebay! Tapi emang seru, sih kalau dipikir-pikir saya nekat, ini udah kayak jurit malam di kala ikut kegiatan pramuka atau tantangan dari klub pecinta alam kali, ya!

Sampai pada saatnya saya harus berjalan nanjak kembali dan saya lihat semak-semak di sebelah kiri saya. Ada titik kuning terang banget! Itu titik kuning terlihat bercahaya sendiri dan terbang naik-turun dengan lembut, melayang di antara rimbun semak-semak di bahu jalan. Itu kunang-kunang! Ya ampun, saya sampai bahagia dan terharu sendiri bisa menemukan seekor kunang-kunang tersebut di semak-semak antara tepian kebun dan bahu jalan.

Sedih, senang, terharu karena pernah lihat sekelompok kunang-kunang banyak banget itu udah lama sekali saat saya masih kecil menginap di desa kampung halaman ayah saya di dusun Sekartaji. Sedih, lah guys memikirkan nostalgia di masa saya kanak-kanak menghabiskan waktu di desa asal saya bisa ketemu banyak kunang-kunang di malam hari dekat dapur rumah mbah saya. Saat itu saya sama mama, ayah dan adik laki-laki saya sama-sama menyaksikan kunang-kunang terbang segambreng di natah (pekarangan) di depan dapur.

Sorry fireflies, your habitat has been diminished by humans. After that I got home safely, and I told my husband about what I’ve seen. “you can’t belive this! I saw a firefly when I was walking to our neighbourhood village!”

Saya ingat pernah juga, kok, kedatangan tamu seekor kunang-kunang masuk ke kamar tidur kami. Saya, Kalki, Kavin, dan suami sampai terpesona dibuatnya. melihat kunang-kunang itu hidup, mahkluk hidup berpendar dan cantik sekali kemilau cahaya dari badannya. Ada yang bilang kunang-kunang itu dari kukunya orang yang sudah mati. Haduuuuh apaan, sih…!? Hihihi… Kunang-kunang itu hewan, mahkluk hidup seperti nyamuk, lalat, kelelawar, anjing, kucing. Dan dia sangat cantik.

Kalau kita jarang menemukan atau menjumpai hewan tersebut, biasanya kita akan terkejut dan kemunculannya dikonotasikan sebagai sesuatu yang mistis dan tak biasa. Yhaaaa iya lah, orang mereka hewan nokturnal. Coba aja cari musang dan kelelawar di saat hari terang. Nggak kelihatan dan jarang ketemu kan? Orang mereka tipe hewan malam yang keluarnya saat hari gelap.

I’ve seen magnificent creatures like dragonflies, ladybugs, bees, butterflies, birds, mantis, cobra, phyton, fireflies, bats, civet (musang atau lubak/luwak keluarga Viverridae), squirell, mole (tikus tanah yang suka gali tanah keluarga Talpidae), monitor lizard (biawak keluarga Varanidae) live freely in this village area. Thus, I’m so grateful that I still live in the area full of vegetation and very natural resources/ecology.

Kalau kamu pernah ketemu hewan malam atau nokturnal, nggak? Jangan kaget ya kalau ketemu mereka, bisa berhati-hati saja. Mereka adalah bagian dari ekosistem, yang menjaga ekologi kita. Sebagai manusia sebaiknya kamu juga bijak berbagi ruang hidup dengan hewan-hewan tersebut. Selama ini saya ada keiinginan juga, nih. Buat bertemu berang-berang di habitat aslinya. ketemu otter. Duh, lucu banget mereka hewan yang rajin bikin bendungan dan menggemaskan.

Selain itu pengen ketemu sigung (skunk) dan rakun (raccoon) juga. Udah ah, sebelum banyak maunye hehehe… Ntar kepengen ketemu beruang grizzle, musang merah (fox), serigala, hyena, zebra, buaya, dll lagi… Ye, kalau di Kebun Binatang Surabaya (KBS), Taman Safari Prigen, dan di Bali Zoo, sih udah pernah. Di alam liar, habitat asli mereka kan wow amazing banget kayak di sabana Asia atau Afrika gitu. Mumpung tinggal di Asia tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati yang mana termasuk bervariasinya mahkluk hidup baik flora dan fauna.

♡ Love the amazing nature, Intan.

4 thoughts on “Lovely Fireflies – Kunang-kunang Cantik

  1. Aku ngerti skr kenapa para tetangga pada kaget :D. Aku sendiri juga bakal serem mungkin kalo lewat jalan situ sendirian mba. Sepiii beuuut hahahahaha.

    Salut sih kamu berani

    Waaah kunang2… Ntahlah aku pernah liat ini ato ga. Mungkin prnh pas msh di Aceh. Tapi ga yakin juga. Yg pasti di Jakarta ga pernah liat kunang hahahaha. Cuma dari tv aja taunya. Apalagi dengan perkembangan kota dan desa, aku yakin bakal makin susah nemuin hewan ini 😦

    • Yaaaah, mbak Fanny pasti berani dong… untuk ukuran orang yang udah pernah bungee jumping dari ketinggian gedung ala Mission Impossible dan udah accomplish lompat bungee jumpingnya dengan keren!

      Sayang, ya, mulai jarang orang menyadari keberadaan kunang-kunang. Bahkan mbak Fanny pun ragu udah pernah lihat atau belum. Kunang-kunang itu menurut saya binatang yang cantik.

  2. Duh kalo aku ga berani mba hehehe kemarin pas di rumah mama yg dikaki gunung tuh ya, banyak kunang2 n happy banget ngasih tau Gen heheh dulu di rumah pernah lihat tapi sekarang udah ngga ada

    • Ya kadang saat jalan kaki saat itu saya pun merasa takut tidak sengaja ketemu biawak atau ular di tengah perjalanan gelap-gelapan. Tapi syukur nggak ketemu sama sekali. Malah ketemu kunang-kunang. Semakin jarang memang ketemu kunang-kunang saat ini 😢

Thank you for reading my post, hope you enjoy it. Please... don't type an active link in the comment, because it will be marked as a spam automatically. I'd love to visit your blog if you fill the "website" form :)