Review The Cashew Tree

Tempat kedua yang kami datangi untuk makan, ditraktir adik saya yang datang dari Bekasi, adalah The Cashew Tree. Adik saya, Ryandi kerja di Bekasi, di Bali hanya sebentar dan dia mau ngajak keluarganya makan-makan di tempat makan organik dan menyehatkan. Pola makannya memang udah berubah, dia jadi lebih sadar makan sehat dengan pilihan makanan utuh kayak buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan. Untuk daging pihannya juga maunya yang organik, lho! Tapi kadang kalau nggak ada daging ayam organik, daging kambing juga dia suka.

Langsung aja ya… Begitu datang kami pilih tempat duduk. Ada beberapa macam tempat duduk sih, seperti bar dengan kurai tinggi, lesehan dengan bean bag atau bantalan duduk, kurai kayu dan meja panjanga, juga spot ala gubuk-gubuk. Kami pilih tempat di sudut yang biasa aja sih, kursi dan kayunya kayak anyaman rotan.

Pelayanannya ramah, dan masnya juga mau bantuin kami mengatur ulang tempat duduk dan meja. Kami duduk di bawah pohon. Jadi kursinya agak terhimpit pohon dan meja gitu. Buku menu diedarkan.. makanan dan minuman terpisah.

Minuman kami pilih…

  1. Summertime
  2. Divine Coconut
  3. Green Dream
  4. Banana Boost
  5. Pitaya Power
  6. Cappucino

Dari semua minuman, Summertime termasuk “juices”, sedangkan no. 2 hingga 5 termasuk “smoothies”.

Kami kira pesan makanan sampai 4 menu ternyata nomor 5 itu smoothies yang disajikan di atas bowl. Minumannjus dan smoothies disajikan dengan sedotan. Tapi…. Sedotan yang mereka pakai sedotan kertas! Iya sedotannya bakalan layu lama-lama karena terendam minuman.

Semua smoothies enak. Sudah saya cobain satu-satu dan semuanya berkesan. Summertime pilihan saya, jus tersebut memyegarkan terdiri dari: pitaya, pisang, air kelapa dan bee pollen. Tapi pisang memang bikin mengenyangkan dan kental ya.

Divine Coconut paling enak, perpaduan creamy dari santan dan saya pikir juga ada air kelapanya yang menyegarkan berpadu unik. Rasanya enak banget, I like it very much. Isinya lebih kanyak milk shake vegan gitu. Ada vegan coconut ice cream (es krim kelapa vegan), parutan kelapa, santan dan minyak kelapa organik. Ternyata di daftar menu tidak tercantum air kelapa, malah minyak kelapa, eh.

Green Dream ada asem-asem segarnya karena ada jeruknya. Campurannya banyak banget, ada spirulina, kale, chia seed, pisang, nanas, mangga dan jus jeruk segar. Sehat banget ya.

Banana Boost ini smoothie pisang yang lembut dan krimi. Terdiri dari campuran susu almond, oat, selai kacang, kurma, cokelat kakao dan kayu manis.

Nah, Pitaya power ini disajikan di atas bowl. Isi bawahnya smoothies. Di atasnya disusun buah dan grain. Isinya maca, bayam, nanas, pisang, protein powder, pitaya dan air kelapa. Disusun pisang, kiwi, pepaya, parutan kelapa dan kacang-kacang yang bikin kalau nyendok smoothie bakalan ada yang digigit kriuk-kriuk. Sempat bingung juga lho, bener ga pesan smoothie kok di dalam bowl? Tapi karena bukan saya yang mesan melaunkan adik saya. Ya udah saya tulis aja seperti kata dia hehehe.

Terakhir, cappucino ini minuman pilihan adik saya yang paling alit atau bungsu. Disajikan dengan banana cake yang katanya homemade dan gula terpisah. Saya nggak nyobain minum, tapi coba banana cakenya aja. Dan enak, kok berasa pisangnya. Kopinya dihiasi gambar krim angsa.

Makanan yang kami pesan adalah…

1. Teriyaki Bowl

Pesanan mama ini disajika. Pakai nasi cokelat organik, ayam, saus teriyaki, sayur panggang, micro green, wortel, alpukat, organic greens, hummus, tahini dan mix seeds. Bahan-bahannya agak unfamiliar seperti tahini, hummus. Saya baru tau nama-namanya tapi ini cukup padat dan berisi. Kami bisa makan rame-rami karena porsinya cukup melimpah dan dengan nasi. Ayamnya juga empuk.

2. Tempeh Rolls Vegan

Ini pesanan ayah saya, awalnya saya juga udah melirik ini, lho. Tapi karena udah dipesan ayah, saya coba pesan menu lainnya supaya yang lain juga bisa mencoba. Isinya: rice paper, mix lettuce, kyuri, wortel, tempe, coriander, sesame, tahini. Disajikan dengan saus kacang. Rice papernya atau lapisan kulit pangsit dari nasi cukup tipus dan transparan sampai kami bisa melihat isi yang ada di dalamnnya. Rasanya enak juga, kata ayah seperti gado-gado. Diberi dua gulungan dan tetap bisa dicoba makan bersama dengan saus kacangnya.

3. Chicken Burger

Nah ini pesanan saya, terdiri dari ayam dipanggang, selada, tomat, bawang bombai dikaramelisasi, keju, acar, bit, alpukat dan sweet chili mayo. Agak tinggi tumpukan burgernya tapi burger bun atau roti burgernya tidak lebar. Jadi tau kan ramping ke atas dan agak.susah dipotong. Saya pegang mau gigit, eh isinya licin juga sampai keluar dari rotinya. Hiiihiiihiiiii…. Akhirnya dibagi-bagi untuk bersama. Ayamnya empuk tapi bukan patty. Enak banget bahkan campuran kombinasinya dengan alpukat dan bit untuk burger bikin semakin meriah. Bitnya manis. Alpukatnya krimi cenderung hambar dan nggak pahit, kayaknya ini nih yang bikin licin buat digigit dan dipotong.

Nah sesi makan bersama usai, saatnya melihat lokasi. Disini ada wifi gratis. Lalu juga untuk anak-anak ada kursi anak atau high chair. Di dinding banyak ditemui mural, di lantainya pun ada gambar permainan engkle yang dilengkapi angka.

Ada wahana bermain anak-anak disana sayang banget kami nggak ngajak anak-anak. Padahal tempatnya bersih dan disekat dengan pagar. Permainannya cukup lengkap dan lucu. Ada rumah-rumahan kecil dan besar, ayunan, patung, patung cicak atau kadal warna-warni, dan prosotan.

Di sebelah tempat bermain anak ada toilet dan tempat cuci tangan. Kami pun senang dan puas makan disana meski biayanya lumayan. Karena bahannya organik dan sehat jadi mahal mungkin, ya? Lalu harga di menu tidak termasuk servis, biaya servis terserah customer begitu katanya. Adik saya yang bayar, dia bayar harga tiap menu net trus tambah biaya servis sendiri.

Tempatnya masuk ke dalam jalan-jalan kecil berkapur di Pecatu, agak tricky carinya kalau pertama kali. Lalu akan ketemu di sudut belokan jalan, tempat makannya agak masuk ke dalam. Kalau dari luar kelihatan plang nama tempatnya dan tempat parkirnya. Di tempat parkir ada pohon mente besar. Mungkin karena itulah namanya The Cashew Tree.

Alamat: Jl. Pantai Bingin 80364, Pecatu, Bali

❤️ Intan Rastini

Romantisme Sesungguhnya

Kalau aku bikin warning sign serupa tapi karena sedang membonceng bayi, apa juga boleh ya? 🙂 “mohon jaga jarak dan sabar yaaa… sedang membonceng bayi dengan hati-hati.” ❤

Kisahku

Romantisme Sesungguhnya?

Iya, aku berani bilang begitu saat lihat tulisan ini di sebuah motor di depanku. Tak perlu satu buket mawar merah, makan malam dengan sinar lilin, tapi cukup perhatian yang menandakan kasih sayang pada pasangan.

Perbesar gambarnya untuk lihat tulisan ini. “Mohon jaga jarak dan sabar yaa, sedang bonceng ibu hamil”

20140430-120503.jpg

View original post

Memerah Payudara Dengan Tangan

Memerah manual dengan tangan ini lumayan capek dibanding pakai alat bantu pompa… Akunya yang belum bisa teknik Marmet dengan bener kali ya? Kalo pakai breast pump memang nggak capek tapi ribet bersihinnya, ngeringinnya semua harus steril. Jadi lebih praktis mana? Perah pakai tangan tinggal cuci tangan sebelum dan sesudah memerah, cocok banget kalo pergi-pergi nggak perlu bawa breast pump dan nggak bingung sterilinnya. Tapi harus bisa memerah dengan bener dulu!

drmaharanibayu

Cara mempertahankan atau meningkatkan produksi ASI adalah dengan 2 cara yang paling mendasar :

  1. Perangsangan benar (menyusu perlekatan/latchOn) benar
  2. Pengosongan payudara rutin dengan anak menyusu langsung maupun dengan perah manual/pompa payudara.

Dalam tulisan ini, saya akan coba berbagi info akan pengosongan payudara dengan cara perah tangan manual.  Dimana berbagai keuntungan dan kemudahan didapatkan ibu. Seperti :

–          Cukup membawa wadah bersih saja

–          Tidak repot harus membawa berbagai peralatan pompa

–          Tidak repot mencari tempat membersihkan/mensterilkan pompa setelah digunakan

–          Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli alat pompa

Apakah sulit untuk dilakukan? Tidak jawabannya,  bila mengerti bagaimana tehniknya yang benar. Kombinasi pemijatan dan perangsangan yang benar yang merupakan tehnik inti dari pengeluaran ASI secara manual.

Pijat sederhana dan kompres hangat payudara sebelumnya dapat dilakukan untuk membantu kenyamanan ibu juga untuk melancarkan pengeluaran ASI. Pijat sederhana dilakukan dengan gerakah sirkular/memutar pada payudara diluar daerah areola dan puting, dari arah…

View original post 248 more words

Reblog: Beryadnya Sesuai Kondisi

Oleh: Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda. Senin, 14 Oktober 2013 @ 00:25

Hari-hari ini umat Hindu di Bali menyongsong Galungan dan Kuningan. Sekarang memasuki Wuku Sungsang, hari Kamis nanti sudah Sugian Jawa, dilanjutkaan Sugian Bali pada esok harinya. Para ibu sudah sibuk menyiapkan berbagai ornamen menyambut hari raya itu. Tentu saja tidak sesibuk di masa lalu.

Di masa lalu kesibukan itu tergolong luar biasa. Rangkaian sesajen  sudah dibuat jauh sebelumnya. Kue-kue khas dibuat jauh hari, jaje sirat, kaliadrem, dodol, satuh, tape dan banyak lagi. Dan ketika hari raya itu datang, rangkaian sesajen sudah kusam bentuknya, kue khas itu sudah pada jamuran, tak layak lagi dimakan. Terkadang berbau amis. Semut pun banyak mengerubung. Tak pernah ada yang iseng bertanya saat itu, “Apakah tidak kasihan dengan Tuhan diberi sesajen yang sudah bau?”

Sekarang malah sebaliknya, bukan Tuhan yang perlu dipertanyakan. Justru pemangku atau sulinggih yang perlu ditanya; “Apa mantap nganteb atau muput upacara yang sesajennya sudah bau, bunganya layu, bahkan banyak dikerubungi semut?” Nah, mulai ada kesadaran tentang sarana upacara yang layak untuk dipersembahkan.

Globalisasi ikut mengubah cara-cara menyambut hari raya. Sarana berupa jajan mulai dibuat dekat-dekat hari raya karena ada teknologi, baik cara membuatnya dengan alat-alat yang lebih modern, maupun cara menyimpannya, misalnya, ada kulkas. Janur mudah didapat di pasar, bahkan mulai ada janur yang tahan lama yang didatangkan dari Sulawesi. Lalu ada yang lebih praktis bagi mereka yang sibuk dengan pekerjaan, membeli ornamen sarana ritual yang banyak dijual sekarang ini. Lihatlah di sepanjang jalan antara Lukluk-Kapal atau di berbagai pasar desa, berbagai ornamen sudah ada yang menjual.

Yang tak kalah pentingnya adalah cara-cara umat melakukan yadnya itu sudah mulai praktis, yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi, termasuk ketersediaan dana. Disebut praktis karena untuk apa membuat jajan yang banyak ragamnya dan banyak jumlahnya, kalau tidak ada yang makan lungsuran atau prasadamnya. Untuk apa membuat banten yang besar kalau yang kecil saja sudah sesuai dengan sastra agama. Contoh kecil, dulu di kampung saya setiap orang membuat rangkaian “banten pejati” selalu ada “ketipat gong” lengkap dengan rokok dan koreknya. Sekarang yang ada “ketipat gong” hanya untuk tempat khusus.

Kesadaran umat itu tentu karena pendidikan yang sudah lebih maju. Juga berkat intensifnya penataran maupun dharma wacana yang diberikan para tokoh-tokoh agama. Umat Hindu di pedesaan sebenarnya sangat menurut kalau diberi penjelasan yang baik. Dulu mereka sering terjebak oleh rasa takut dan salah dalam melakukan tirual. Takut tidak komplit bantennya, takut kurang ini atau kurang itu. Kalau salah, nanti Tuhan memberikan kutukan. Ida Bethara juga memberikan kutukan atau setidak-tidaknya memberikan “sakit” sebagai sinyal dari adanya kesalahan itu. Padahal mereka sendiri sejatinya juga tidak tahu, kurang itu dari mana ukurannya. Mereka mengukurnya dari tradisi yang sudah turun-temurun, salah atau benar, kurang atau tidak, mereka sebenarnya tak tahu.

Istilah di pedesaan seperti “kepongor” atau “kepanesan” adalah suatu kepercayaan bahwa para leluhur dan bahkan dalam tingkat tertinggi yakni Hyang Widhi dianggap sebagai “penjatuh kutukan”. Tuhan dan Bethara lebih sebagai penghukum, bukan sebagai Yang Maha Kasih, Yang Maha Pengampun.

Karena itu, supaya tidak salah, maka upacara ritual pun harus lengkap. Lengkap versi siapa? Lengkap menurut tradisi yang sudah turun-menurun, tanpa peduli lagi apakah tradisi itu benar atau salah. Karena itulah orang beryadnya dengan besar-besaran, berbagai kue dibuat yang pada akhirnya lungsuran-nya tidak dimakan dan diberikan babi. Artinya babi yang menerima prasadam yang utama itu.

Beryadnya yang tidak mahal dan sederhana, bagaimana ukurannya? Bagaimana cara mengurangi banten? Apakah daksina buah kelapanya boleh dipotong-potong dan telurnya separo saja? Tentu bukan itu maksudnya. Kelapa dan telur dalam daksina itu adalah lambang, kalau dipotong-potong berarti sudah menyimpang dari lambangnya. Baju jas kalau lengannya dipotong tentu tak lagi bernama jas. Yang dilakukan adalah kalau memang tak mampu membuat yadnya dengan banten besar seperti rangkaian bebangkit, misalnya, buatlah yang kecil, cukup ayaban tumpeng. Analognya, kalau tak mampu membeli jas, pakai saja baju batik, toh tetap rapi.

Beryadnya itu ukurannya “perasaan hati” tetapi juga disesuaikan dengan kondisi, karena perasaan bisa dikendalikan. Pernah saya melakukan Manusa Yadnya di desa dan saya ditanya kenapa melakukan yadnya yang besar, memakai topeng sidakarya, mendatangkan sekehe shanti, menjamu pemuka adat dan pemangku. Bukankah saya mengajurkan yadnya yang sederhana? Jawaban saya: “Bukankah saya memiliki perangkat gong, punya grup topeng, punya sekehe shanti, kalau itu tidak dipertontonkan untuk apa saya membina kesenian itu? Lalu kapan kesenian itu tampil kalau tidak ada yadnya?”

Begitu juga istilah menjamu warga dan pemuka adat. Kapan saya bisa bersosialisasi dengan pemuka adat kalau tidak dalam yadnya? Artinya kondisi sosial itu penting. Tapi kalau tidak punya sarana dan masih banyak kebutuhan dalam hidup, untuk apa beryadnya besar-besaran dengan cara berhutang menggadaikan kebun? Janganlah agama Hindu dijadikan alasan untuk beban dalam hidup.

Mari kita menyongsong hari raya Galungan dan Kuningan dengan yadnya yang sesuai dengan kondisi kita masing-masing, tak perlu mahal dan besar-besaran kalau masih ada kebutuhan lain yang lebih penting, misalnya, menyekolahkan anak. (*)

Perawatan Popok Kain (Clodi / cloth diaper)

buat Guscil, mama udah prewash cloth diaper + insert, alas ompol dan juga fleece liner sampai 3x. Khusus insert bambu, mama cuci 4x.

Capek juga nyuci cloth diaper things like them! Deterjennya sedikit aja, mama pakai sleek baby laundry dengan air satu ember medium kira-kira 10L.. trus dikucek bentar, dibilas berkali-kali sampai nggak ada busa, dan mama tes bau juga, kalau sampai masih ada bau deterjennya berarti masih ada residu di serat cloth. Udah gitu mama juga siram air panas insert, liner dan alas ompol supaya daya serapnya maksimal (begitu sesuai saran yang ada di salah satu brand tag alas ompolnya, juga petunjuk cara stripping). Untuk cover cloth diapernya nggak mama siram air panas ya… karena ada laminasi PUL yang anti air, itu bisa pecah-pecah dan rusak nanti.

Cukup cold wash and hand wash semuanya…ya memang mama punya mesin cuci?! Enggak. Makanya semua dilakukan dengan manual dan terasa banget capeknya, Guscil…! Tapi makasih nak, udah sabar dan kuat nemenin mama cuci-mencuci sampai basah hehehe, anyhow kita tandem hebat Guscil!
Bagian memeras minta tolong papa 😀
Tapi untuk covernya mama nggak peras kenceng-kenceng, takut laminasinya rusak (extra care nih sama lapisan PUL). Dan jemur di bawah sinar matahari langsung kecuali (lagi-lagi) bagian cover diapernya, yang outer (lapisan pul) menghadap ke dalam, jadi yang diserang sengatan panas matahari adalah innernya (ada yang fleece dan ada yang suede). Mama lebih suka inner suede karena selama ini di prewash gampang kering, tapi belum dicoba ya ntar ke Guscil soal kenyamanan dipakainya 🙂

Mum at home

Clodi seperti prefold menurutku paling mudah dirawat sedangkan clodi yg menggunakan fleece  dan microfibre seperti pocket diaper dan AIO, perawatannya mesti hati2.  Beberapa hal yang harus dipikirkan dalam perawatan popok kain/clodi ini:

1.  Pencucian

Sebaiknya pencucian clodi disesuaikan dengan instruksi dari pembuatnya.  Biasanya PUL (bahan diaper cover yang membuatnya anti tembus air) tidak baik sering dicuci dalam air terlalu panas, dan lapisan anti tembusnya dan karetnya bisa cepat rusak.  Karena di rumah saya harus mengerjakan semua sendiri, maka semua penyucian clodi saya tugaskan ke mesin cuci.  Saya biasanya selang seling antara setting 40derajat dengan 60derajat.  60 derajat utk membunuh kuman dan 40 derajat utk menghemat energi.  Rutinitas penyucian tergantung masing2 individual, kalau saya, clodi dibilas di mesin cuci dgn air dingin menggunakan wool cycle dengan sedikit lavender oil dan 1sdt bicarbonate soda.  Lalu either 40 derajat atau 60 derajat setting dgn prewash, saya taruh 3/4 detergent di prewash drawer dan…

View original post 648 more words