Mr Mario My Musician Neighbor

Saya kagum mengetahui ada seseorang yang begitu cinta dan passionate terhadap suatu kegiatan. Saking sukanya, sampai kegiatan itu dilakukan pagi, siang, sore, dan malam. Hampir setiap hari dan hampir sepanjaaaang hari. Orang tersebut tidak jauh-jauh adalah tetangga saya sendiri di sebelah utara rumah. Beliau adalah pak Mario yang hobi bermain alat musik tradisional Bali bernama rindik. Rindik ini adalah alat musik pukul yang terbuat dari bambu.

Pak Mario adalah seorang petani biasa yang hidup sederhana. Tetapi beliau sukses membuat hari-hari saya selama tinggal di desa ini jadi lebih ceria dan tidak merasa sendirian. Saya akan ceritakan awal mulanya sedikit, ya. Dulu waktu saya masih pacaran sama suami saya, saya beberapa kali pernah main ke kampung halaman pacar saya. Dari situ saya udah mendengar ada permainan alat musik bambu yang jarak sumber suaranya itu tidak jauh dari rumah pacar saya.

Sampai setelah menikah, dan saya menetap di rumah yang berada di kampung halaman suami saya ini, suara permainan musik pak Mario bisa semakin rutin saya dengarkan. Dari awal pagi, bisa mulai pukul setengah 6 pagi saya sudah bisa mendengarkan suara rindik ini. Di awal pagi bisa terdengar terus sampai siang. Kadang hanya terdengar sampai sekitar pukul 8 atau 9 pagi, karena mungkin pak Mario lanjut bekerja ke ladangnya. Nanti setelah jam makan siang bisa terdengar lagi alunan rindik hingga sore. Dan terus terdengar sampai malam  sekitar pukul 10 WITA.

Sebagian besar yang bisa saya dengar alunan musik rindik itu dimainkan sepanjang hari dan hampir tiap hari. Memang orang di desa ini bukan hanya pak Mario saja yang suka bermain rindik, tetapi suara rindik pak Mario lah yang paling dekat dengan rumah saya dan paling rutin terdengar. Alunan musik rindik ini merupakan hiburan gratis yang menyenangkan bagi saya. Benar-benar membuat hidup suasana desa tempat tinggal saya yang menurut saya sangat sepi, apalagi jika dibanding dulu saya tinggal di kota.

Dulu saat saya habis melahirkan lalu menyusui bayi saya, saya selalu merasa kesepian. Karena menjadi ibu baru itu rasanya seperti terisolasi dari kehidupan sosial, ditambah saya tidak punya teman di lingkungan tempat tinggal baru saya ini maka makin tambah menjadi-jadi rasa kesepiannya. Namun sayup-sayup selalu terdengar suara permainan rindik pak Mario dan itu menenangkan dan menghibur hati saya. Melalui alunan suara rindik tersebut, saya jadi selalu merasa seolah pak Mario menyampaikan pesan melalui permainan musiknya, “Ada saya di sini menemani mu”.

Bagaikan pelipur lara yang rendah hati dan tulus menghibur siapa pun yang mendengar suara permainan rindiknya, pak Mario masih tetap saja memainkan alat musik rindiknya sesuka hati, kapan pun beliau mau. Saat menuliskan posting blog ini pun saya sambil mendengarkan suara rindik yang dimainkan oleh pak Mario dan juga diiringi suara seruling yang ditiup oleh tetangga saya lainnya. Memang biasanya pak Mario bermain rindik secara solo sehari-hari, tetapi kadang juga terdengar ada sesi duet dengan permainan seruling tetangga sebelah rumahnya.

Pak Mario itu membuat sendiri rindik dari bambunya. Bahkan pada hari saya mendatangi rumahnya, pagi-pagi setelah saya selesai belanja di tukang sayur depan rumah, saya masih melihat pak Mario bermain rindik dengan perkakas berceceran di sebelahnya. Nampaknya pak Mario baru saja mengasah ulang atau memperbaiki rindik kesayangannya. Saat saya pergi belanja ke depan rumah, saya mendengar permainan rindik beliau, maka saya memberanikan diri tidak pulang setelah selesai membeli sayur dan lauk, melainkan melangkah terus melewati rumah saya dan masuk ke pemesuan (jalan setapak ke arah rumah) pak Mario.

Kenapa saya bilang memberanikan diri? Karena saya sudah lama ingin tulis cerita tentang tetangga saya yang hobi main rindik ini sejak lama, ingin menyertakan foto juga dalam cerita yang akan saya buat. Tetapi saya malu dan takut ditolak pak Mario dalam meminta izin untuk mendokumentasikan beliau. Nggak taunya pak Mario sangat welcome, lho. Jadi saya senang!

Saya datang dan menginterupsi pak Mario yang sedang bermain rindik di beranda bangunan ruang dapurnya. “pak, boleh saya ambil foto bapak main rindik, untuk buat cerita?”

Pak Mario mengizinkan saya untuk memotret dirinya. Bahkan beliau menganjurkan dari sudut mana saya sebaiknya mengambil foto :D. Bahkan menawarkan apakah rindiknya perlu diubah posisinya. Maka saya jawab, “Oh, tidak usah, saya mau foto seperti biasanya bapak main rindik saja.”

Setelah mengambil beberapa jepretan, men Mario datang dan menanyakan ada apa. Saya jawab bahwa saya ingin mengambil foto untuk membuat cerita tentang pak Mario yang suka main rindik. Kemudian men Mario masuk menuju ke dapur hendak melanjutkan aktivitasnya untuk memasak. Saya sempat bercakap-cakap dengan men Mario sebelum akhirnya berterima kasih dan pulang. Saat saya pamit dan bergegas pulang ke rumah di sebelah pun pak Mario tidak berhenti memainkan rindiknya.

Beliau begitu jago memainkan alunan isntrumental rindik. Biasanya yang dimainkan bertempo cepat meski pernah juga memainkan suatu musik dengan tempo yang lebih lambat. Saya juga pernah mendapati beliau memainkan lagu yang saya kenal dari Jawa, yaitu lagu “Gundul Gundul Pacul” dan lagu lainnya yang saya lupa namanya. Hati saya begitu terhibur mendengarnya. Mengingatkan akan masa kecil saya yang saya habiskan di Jawa hingga akhirnya saya menikah dan menetap ke Bali. Sisanya pak Mario memainkan alunan musik Bali yang tidak saya kenal, tapi akhirnya khas saya dengar dari permainan beliau.

Kembali saat saya baru melahirkan anak pertama saya, Kalki. Ayah dan mama saya datang untuk menengok dan menemani hari-hari saya sebagai ibu baru. Saya sempat cerita mengenai pak Mario kepada ayah saya, bahwa saya mendengarkan alunan musik rindik selama tinggal di sini. Saya akhirnya menanyakan kepada ayah apa tidak mau berkunjung ke rumah pak Mario karena ayah kan juga suka main rindik. Eh, nggak taunya beneran malam itu ayah saya main ke rumah pak Mario dan kata ayah saya mereka ngobrol sambil sebentar-sebentar main rindik. Ayah pun baru pulang dini hari dari rumah tetangga saya itu.

Sejak saat itu, kalau saya bertemu pak Mario kurang lebih yang ditanyakan kepada saya adalah, “ayahnya nggak pulang* ke sini?”

Jika saya jawab pulang kapan hari, pasti akan lanjut ditanya, “Kok nggak ada main ke sini (maksudnya ke rumah pak Mario)?”

Saya cuma bisa tersenyum 😊.

Ya, ayah saya bisa main rindik tetapi tidak sejago pak Mario. Saya sendiri tidak jago memainkan alat musik. Main rindik tidak bisa. Tetapi kalau Kalki atau Kavin tertarik untuk belajar memainkan rindik atau membuat rindik dengan pak Mario saya mau saja persilakan mereka belajar kepada beliau. Saya pernah sih, ajak anak-anak saya main ke rumah pak Mario sesekali. Saya udah dorong-dorong adik atau kakak untuk coba memainkan rindik pak Mario, bahkan pak Mario sendiri juga sudah mempersilakan. Tapi anak-anak saya agak malu-malu hihihi… Oleh Kalki memang beneran dicoba untuk dipukul rindiknya sebentar aja.

Di dusun lain (dusun lebih kecil dari desa), yaitu di bale bengong sederhana buatan kelompok wisata di desa saya… bale bengong itu seperti tempat duduk-duduk atau tempat bengong-bengong (maka dari itu namanya bale bengong) dari kayu… di sana disediakan rindik pula untuk dimainkan oleh siapa saja yang mau melepas penat di bale bengong tersebut atau untuk sekedar nongkrong. Kadang rindik itu menganggur, kadang ada yang bapak-bapak yang memainkannya. Kalki dan Kavin suka asal pukul dengan bebas bilah-bilah rindik tersebut. Kalau ada bapak-bapak yang sedang memainkannya, bakalan dilihatin oleh mereka sebentar (kalau kebetulan kami lagi main ke sana) 😊.

Terima kasih, ya, pak Mario telah menemani hari-hari saya dengan permainan alat musik traditional bapak yang alunannya indah. Teruslah berkarya, pak. Semoga nanti Kalki dan Kavin ada minat memperdalam ilmu bermain alat musik tradisional karena orang tuanya nggak bisa ngajarin sama sekali, cuma bisa menikmati saja hahahaha 😅.

Baca juga cerita tentang anak pak Mario (makanya dipanggi pak Mario, karena nama anak pertamanya adalah Mario): Just Married: Mary n’ Mario yang pernah saya tulis awal tahun 2014 lalu.

❤ Intan Rastini.

*Orang Bali yang merantau ke luar Bali, selalu diistilahkan ‘pulang’ jika mengunjungi Bali, karena Bali adalah kampung halamannya.

22 thoughts on “Mr Mario My Musician Neighbor

  1. Pingback: My Lovable February 💗 | Intan Rastini

  2. Pingback: My Nuclear Family | Intan Rastini

  3. Lalu auto membayangkan alunan musiknya yang indah Mba, apalagi dipadukan dengan alat musik lain ya, dimainkan di malam yang syahdu.
    Rasanya menenangkan dan ngangenin 🙂

    • Yes, totally enjoyable, mbak. And I am so grateful for the existence of my neighbor, Mr Mario 🙂
      I don’t want to take it as granted, that’s why I put my effort to tell about him in my blog and share it to the world 😀

  4. Wahhhh ngebayangin tiap hari ngedengerin musik bambu gini enak juga yah mba.. Tentram gtu.. jadi penasaran saya sama aksi Pak Mario maini alat musik ini.. hehe

    Beruntung Mba punya tetangga yg keren, yg hobinya menghibur banyak orang.. hehe..
    Semoga beliau selalu sehat, dan segala kebaikan selalu tercurah kepada Pak Mario dan Mba Intan juga tentunya..

    Terimkasih mba buat tulisannya.. heheh

    • Iya mas, beruntung saya punya tetangga keren yang punya hobi atau passion main alat musik tradisional. Jadi bisa mendengarkan musik khas desa secara langsung tiap hari kan 😀

      Itu saya udah perbarui posting blognya dengan nempelin video permainan rindiknya, sehingga mas Bayu bisa lihat performancenya secara sekilas seperti apa 😀

      Amin, makasih banyak doanya ya mas, semoga mas juga sehat, bahagia dan sejahtera 🙂
      Terima kasih juga sudah baca dan mampir ke blog saya/

  5. Wah, Mba Intan di Bali ya?
    Saya biasanya kalau mudik ke Situbondo pilih landing di Bali, biar bisa staycation ala-ala dulu. Setahun sekali. wkwkkwk… Tapi sedih lebaran dan liburan tahun ini bener-bener nggak berani kemana-mana, padahal udah nggak tega sama kakek neneknya anak-anak yang udah babak belur dihajar kangen sama cucu-cucunya. Semoga kalau lagi pas waktunya ke Bali bisa ketemuan ya 🙂

    Saya baru tahu kalau ini namanya rindik, ini kayak angklung ya dari bambu. Pasti suaranya bikin relax ya mba, duh seneng banget dengernya. Jadi kangen pulang ;'(

    • Iya mbak saya tinggal di Bali. Hahaha staycation ala-ala tapi nikmat ya mbak? 😀
      Iya semoga bisa ketemuan dengan mbak Pipit.

      Benar, di Bali namanya rindik, mirip angklung dari bambu tapi alat musik angklung kan bukan dipukul. Dulu waktu TK saya pernah belajar main angklung untuk pesta perpisahan murid-murid TK yang akan naik ke SD.

      Sebaiknya video call saja dulu mbak dengan kakek-neneknya anak-anak. Supaya bisa melepas rindu secara virtual 🙂

      • Ahaha… Iya, mbak pokoknya dinimmatin aja 😄

        Kalau angklung di goyang-goyang apa digeter-geter ya yang paling pas. Hihihi…

        Tapi ada juga yang dipukul kalau di tempatku, cuma cara pegangnya keknya dipikul terus dipukul2 gitu.

        Alat musik dari bambu ternyata banyak jenisnya ya, dan musiknya menenangnkan semua menurut saya.

        Betul, mbak.
        Saat ini satu-satunya jalan cuman video call. Belum berani pergi2 mana harus bawa bocah tiga 😁

  6. Lihat alat musik dari bambu kirain angklung, ternyata namanya rindik ya. Mungkin karena di Bali jadi beda namanya.

    Pak Mario sangat suka bermain rindik ya, tapi malah enak mendengarnya. Disini kalo ada pemain angklung lewat aku juga kadang mendengar kan.

    • Ternyata angklung itu alat musik pukul seperti rindik, ya? Saya kira angkluk itu alat musik yang digoyang, bukan dipukul.

      Memang enak menikmati permainan alat musik tradisional seperti ini, mas. Apalagi kalau yang main orangnya jago 😊

      • Selain dipukul, angklung juga digoyang goyang sih, jadinya tidak salah juga. Enak memang kalo yang main jago soalnya suaranya terasa masuk ke hati.

        Mungkin salah satu penyebab Bali ramai di kunjungi wisatawan juga karena masih banyak orang yang memainkan musik tradisional seperti pak Mario ini.😀

  7. Waah baru tau juga ada alat musik namanya rindik, mirip2 gamelan tapi ini dari bambu yaa… Pas liat videonya emang adem bgt kalo didengerin, bisa buat relaksasi sambil tiduran, hehe

  8. Hai Mbak Intan,
    Ceritamu tentang alunan rindik sepanjang hari mengingatkan aku akan hari-hariku saat tinggal beberapa hari di satu area di Ubud. Saat itu aku tinggal di desa tempat warga lokal tinggal. Aku tinggal di rumah orang lokal Ubud, yang besar dan terdiri dari beberapa rumah kecil. Di halamannya ada gamelan Bali yang kalau siang dimainkan oleh warga. Seru!
    Asik ya kehidupan sehari-hari mbak Intan diwarnai permainan Rindik. Suaranya asik dan bikin efek tenang.

    • Iya betul mbak banyak orang Bali yang jiwanya suka dengan seni. Jadi tetangga saya yang bikin rindik sendiri itu tidak hanya pak Mario.

      Nah, mbak sudah mengalami sendiri bukan bahwa warga Bali itu suka seni? Hehehe apalagi di Ubud. Beuuuh banyak pelukis, pemahat, nggak hanya pemain alat musik saja.

      Iya rumah di Bali memang terdiri atas beberapa bangunan terpisah. Dapur terpisah, kamar mandi terpisah, ruang tidur terpisah, bale terpisah. Jadi ada ruang terbukanya.

      Iya asyik, mbak dan I am lucky to have artsy and musical neighbors 😚🥰🙏

  9. Zaman sekarang udah rada susah nyari generasi muda yang mau melestarikan kesenian daerah, di daerah manapun. Makanya rata2 seniman yang mumpuni ya usia lansia semua ya, Intan. Salut banget sama pak Mario ini. Dan gegara tulisan ini aku baru tau nama alat musik ini Rindik hehe. Sering lihat di TV tapi ndak tau namanya 🙂

    • Kalau di desa saya, yang masih muda-muda kebanyakan masih pada demen melestarikan kesenian budaya lokal, mungkin juga karena lingkungan tinggalnya di desa, ya, mbak hehehe… Sampai ada sanggar tari dan sanggar tabuh (seni musik tradisional Bali). Yang masih muda pun juga ada yang jago bikin rindik sendiri dari bambu. Cuma ya itu, pelaku kesenian yang udah mumpuni dan konsisten dengan passionnya ya kebanyakan yang udah tua. Contohnya pak Mario ini 🙂
      Sama-sama mbak, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya 😀 Senang sekali dikunjungi mbak Imelda.

  10. Mba intan, lgs kebayang enaaak banget kalo sehari2 bisa dengerin musik rindik iniii. Aku td dengerin videonya sukaaaa ih. Temponya cepet, jd semangat gitu dengernya

    Aku baru tau alat musik ini. Aku tuh lgs inget alat musik gamelan dan angklung, kalo seandainya menikah, anaknya rindik ini hahahah.

    Baguus ya suara yg kluar. Aku yg ga berbakat musik blass, tapi seneng kalo dengerin permainan musik org lain. Apalagi kalo iramanya enak didenger, Beatnya cepet ;).

    • Iya makanya itu saya bersyukur dapat tetangga yang menemani hari-hari saya selama tinggal di lingkungan desa asal suami saya dengan lantunan permainan alat musik tradisionalnya. Such a blessing! Beat cepat memang memberikan gairah untuk beraktivitas dan memancarkan semangat ya untuk menjalani hari-hari. Nggak sendu, gitu 🥰.

      Oh iya… ada seorang tetangga saya lainnya yang lebih muda dan dia jago bikin rindik serta suka juga memainkan rindik. Maka dia bikinlah showcase permainan rindik selama prosesi upacara acara pernikahannya berlangsung. Jadi tamu-tamu yang datang, warga-warga setempat yang ikut membantu jalannya upacara pernikahannya, semua bisa terus mendengar alunan permainan rindik dan terhibur juga jadinya. Pemain rindiknya juga warga lokal setempat sini, kok. Sudah biasa seperti itu, ada yang ingin pas acara hajatannya diiringi suara rindik secara live dan hampir nonstop, maka bisa dihadirkan 😊.

Thank you for reading my post, hope you enjoy it. Please... don't type an active link in the comment, because it will be marked as a spam automatically. I'd love to visit your blog if you fill the "website" form :)